Inilah Para Kiai yang Berjasa Besar di Hari Kemerdekaan Indonesia Berjiwa Nasionalis

- 17 Agustus 2021, 08:50 WIB
Inilah Para Kiai yang Berjasa Besar di Hari Kemerdekaan Indonesia Berjiwa Nasionalis
Inilah Para Kiai yang Berjasa Besar di Hari Kemerdekaan Indonesia Berjiwa Nasionalis /Dok. BPMI Setpres

MANTRA SUKABUMI - Indonesia bisa merdeka seperti sekarang ini dengan dapat merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari jasa para Kiai.

Jasa para Kiai dulu berpengaruh besar dalam mencapai Hari Kemerdekaan Indonesia.

Berkat jasa para Kiai, kita hari ini Selama 17 Agustus 2021 bisa merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia HUT RI ke-76.

Baca Juga: Sea Group, Shopee dan Garena Sumbangkan 1.000 Tabung Oksigen dan 1 Juta Vaksin untuk Kemenkes

Untuk mengenang jasa para Kiai yang berjiwa nasionalis, berikut para Kiai yang berjasa kepada Indonesia yang dilansir mantrasukabumi.com dari laman Iqra.id:

Jasa Para Kiai Sangat Besar

Dan tanpa mengabaikan pejuang-pejuang lainnya, saya ingin mengenang nasionalisme kiai-kiai kita. Sebagaimana pejuang lainnya, jasa mereka dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat besar.

Mereka berjuang dari medan perang ke medan perang, mengungsi dari satu tempat ke tempat lain, hingga banyak yang gugur. Sebagian mereka, seperti Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahid Hasyim, dan Kiai Abdul Wahab Hasbullah dikenang sebagai pahlawan nasional.

Sebagian lainnya, yang jumlahnya lebih banyak, tidak dikenal luas sebagai pahlawan. Bukan apa-apa, mereka sendiri memang tidak mau menerima penghargaan. Berperang melawan penjajah bagi mereka adalah panggilan hati. Landasannya adalah keikhlasan.

Setelah berjuang dan berhasil, mereka yang umumnya kiai pesantren dan pemimpin tarekat itu kembali ke pesantren mereka. Mengaji bersama santri-santrinya. Di mana-mana, khususnya di pesantren-pesantren yang sudah berdiri di zaman penjajahan, para kiainya umumnya adalah pejuang kemerdekaan.

Baca Juga: Patut Ditiru di Hari Kemerdekaan HUT RI ke-76, Sholeh bin Ali Alhamid Penyair Arab yang Kagum pada Indonesia

Kiai Muslih Abdurrahman Mranggen

Salah satu kiai pemilik semangat nasionalisme itu adalah Kiai Muslih Abdurrahman Mranggen. Tahun 1944 Kiai Muslih ikut latihan Hizbullah di Cibarusa bersama para ulama dari unsur Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PSII, dan lai-lain. Ia waktu itu menjadi ketua regu yang salah satu anggotanya Kiai Abdullah Abbas Buntet.

Menurut Kiai Mustamid Abbas, kawan seperjuangan Kiai Muslih di Pesantren Tremas, wajah Kiai Muslih sangat mirip dengan Sentot Ali Basya, panglima perang Pangeran Diponegoro (Kiai Muslih Sang Penggerak dan Panutan Sejati, 2020: 95).

Sekembalinya dari Cibarusa, Kiai Muslih mengonsolidasikan Hizbullah Mranggen. Mranggen pada saat meletusnya pertempuran lima hari di Semarang masuk dalam koordinasi Markas Medan Tenggara (MMTG) Semarang menghubungkan Purwodadi dan sekitarnya. Menurut berbagai sumber, Pesantren Futuhiyyah asuhan Kiai Muslih waktu itu menjadi dapur umum para pejuang.

Suatu hari, cerita Kiai Cholil Luthfi Patebon Kendal, sekelompok tentara sowan kepada Kiai Muslih. “Mereka meminta doa kepada Kiai Muslih karena ada perempuan mata-mata Belanda yang kebal,” tutur Kiai Cholil. “Setelah didoakan oleh Kiai Muslih,” lanjutnya, “atas izin Allah perempuan itu dapat dilumpuhkan.”

Saat meletus peristiwa G30S/PKI tahun 1965, Kiai Muslih sering mengijazahkan amalan-amalan khusus kepada para santrinya. Menurut salah satu santrinya, Kiai Shodiq Hamzah, diantara khasiat doa-doa itu adalah bisa mengelabui penglihatan lawan serta melumpuhkan lawan dengan sekali pukulan. Para santri pun menjadi percaya diri dan tidak takut.

Baca Juga: Daftar 20 Link Twibbon HUT RI ke 76, Anak Milenial Harus Coba

Kiai Subeki Parakan

Selain Kiai Muslih, juga ada Kiai Subeki Parakan Temanggung. Mengenai Kiai Subeki ini, kita bisa membaca otobiografi KH. Saifuddin Zuhri, “Guruku Orang-Orang Dari Pesantren”.  Diceritakan dengan sangat mengagumkan bahwa saat terjadi pertempuran antara rakyat Semarang melawan Sekutu (Inggris), Kiai Subeki memberi bekal berupa doa kepada pasukan Hizbullah dan Sabilillah.

“Sebelum mereka berangkat ke pertempuran, sambil berbaris dengan bambu runcingnya masing-masing, mereka diberkahi Kiai Subeki dengan doanya: Bismi Allahi, Ya Hafidzu, Allahu Akbar,” demikian tulis KH. Saifuddin Zuhri (2008: 337). Setelah mendapat doa dari Kiai Subeki, mereka memiliki kebulatan hati tak tergoyahkan dalam menuju pertempuran.

Lama-lama laskar dan TKR lain daerah yang hendak menuju pertempuran terlebih dahulu singgah ke Parakan untuk meminta doa kepada Kiai Subeki. Termasuk Panglima Besar Jenderal Sudirman. Kiai Subeki menangis karena merasa tidak pantas dimintai doa oleh begitu banyak orang, namun Kiai Wahid Hasyim membesarkan hatinya.

Nasionalisme Dari Hati

Tulisan ini mungkin akan menjadi sangat panjang bila saya tambah lagi dengan keteladanan-keteladanan dari Kiai Hasyim Asyari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Abbas Buntet, Kiai Zainal Mustafa, dan lain-lain. Memang ada banyak sekali kiai yang berjuang mewujudkan kemerdekaan.

Baca Juga: Link Streaming Upacara 17 Agustus 2021 Secara Virtual, Peringati HUT RI ke-76 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Saya tidak ingin membuat tulisan ini menjadi panjang. Tetapi satu hal yang penting kita garis bawahi adalah bahwa kiai-kiai kita memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Dan nasionalisme mereka adalah nasionalisme yang tulus, berangkat dari hati, dan tanpa pamrih.

Kemerdekaan Indonesia yang kita peringati ini adalah buah dari perjuangan mereka setelah melalui tirakat panjang. Sekarang tinggal kita: Bagaimana mensyukurinya ?

.***

Editor: Robi Maulana

Sumber: iqra.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah