Panduan untuk APD terus berkembang dan pembaruan perlengkapan medis datang setiap beberapa hari.Setiap informasi baru yang diberikan mengenai penggunaan perangkat medis yang baru kadang menambah kebingungan dan ada juga rasa frustrasi yang berkembang seputar kekurangan APD.
"Terlepas dari situasi keterbatasan APD, kami semua bertekad untuk memberikan pasien kami perawatan terbaik, " ujar Dito yang meraih sarjana spesialisasi imaging sciences di tahun 2015 yang memungkinkan mahasiswa kedokteran meraih gelar ganda.Dito sempat bertugas selama satu tahun di University College Hospital, London dan sejak Januari di Barnet Hospital dan pada akhir Maret khusus bertugas di bagian perawatan COVID-19.
Baca Juga: Akibat Putus Hubungan dari WHO, Donald Trump Hadapi 'Serangan Balasan'
Dito yang sempat jadi pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom dan pengurus Young Indonesian Professionals Association (YIPA) mulai terbiasa merawat pasien corona setelah beberapa hari bertugas. “Kami merasa lega mendapati bahwa sebagian besar pasien kami membaik dan akhirnya dipulangkan. Tetapi bagi mereka yang memburuk, itu adalah pilihan yang sulit antara perawatan intensif atau tinggal di bangsal untuk perawatan paliatif, memastikan mereka bisa senyaman mungkin meskipun menjelang akhir hidup mereka," katanya.
Menurut Dito, ambang batas untuk memasuki perawatan intensif untuk ventilasi sekarang jauh lebih tinggi daripada sebelumnya. Pasien yang lebih muda lebih bertahan hidup. Sejumlah besar pasien meninggal di bangsal, yang sebelum pandemi berkesempatan masuk ke perawatan intensif.
Baca Juga: Presenter Cantik Nabila Putri Bantah Tudingan Hamil Sebelum Menikah
Dito pun mengakui jumlah kematian akibat corona tidak seperti yang pernah disaksikannya sebelumnya dalam kariernya. “Kami menelepon kerabat pasien setiap hari untuk menginformasikan tentang perkembangan dan mencoba memberikan kepastian," katanya.
Menyampaikan berita bahwa seorang pasien meninggal lewat telepon beberapa kali sehari, hampir setiap hari, merupakan beban yang memilukan, tutur Dito."Saya sering menghabiskan malam hari untuk berdoa agar semua ini segera berakhir," kata Dito yang pada 2018 membentuk badan amal untuk kesehatan anak-anak yatim di Uganda.**