Jeritan Petani yang Alami Krisis saat Pandemi

- 14 Juni 2020, 21:30 WIB
ngaso live
ngaso live /gpid

MANTRA SUKABUMI - Salah seorang petani di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Yadi, meluapkan unek-uneknya.

Dilihat dari sebuah Kanal YouTube Greenpeace Indonesia, dalam acara Ngaso (Ngobrol Asik Sore sore), Minggu (14/6/2020).

Ia bercerita, bahwa petani sangat terdampak pandemi virus corona.

"Intinya, dampak dari stimulasi pandemi covid telah memunculkan kesadaran baru akan pentingnya membangun sistem ketahanan pangan nasional, bahkan global," ucapnya

 

 "Kita secara komunal telah menyelenggarakan pembangunan dan mencipta peradaban modern, yang diduga telah terlalu banyak mengambil dari alam, sehingga "mencipta" tatanan kehidupan baru yang faktanya menciptakan kerentanan,kelangkaan, ancaman kelaparan, bahkan kepunahan beberapa biodiversity sebagai penopang kehidupan yg harusnya berkelanjutan," sambung dia.

Menurutnya, bahwa sektor pertanian adalah sektor usaha, sektor pembangunan yang tak bisa diabaikan dan tidak akan pernah bisa tergantikan, karena sektor itu sektor paling nyata dan penyokong dasar kebutuhan hidup.

Baca Juga: Komunitas Ini Bersihkan Ribuan Ton Sampah di Cikidang Sukabumi

"Namun demikian yang terjadi, kita sudah berjalan terlalu jauh, kita sudah banyak kehilangan lahan pertanian yang tadinya produktif, terkonversi dan tergantikan oleh desakan kebutuhan pemanfaatan ruang lainnya, ruang mukim,ruang industrialisasi, pariwisata, pertambangan, hutan produksi dan industri extra aktif lainnya," katanya.

"Sekali isue covid merebak, sempat menghentikan alur distribusi barang, utamanya hasil produksi pangan, stucknya sistem transportasi, menurunnya daya beli, banyak berhentinya aktivitas kegiatan usaha, membuat semuanya panik, muncul ancaman krisis ekonomi, kemudian diprediksi akan berujung kepada krisis pangan, dan sadar di titik itu tidak ada yang lebih penting dibanding makan," keluhnya.

Ia menilai, kesadaran akan hal itu akhirnya muncul dibenak pikiran yang mempunyai kebijakan.

"Sadar akan hal itu, akhirnya mungkin terpikir juga oleh pemerintah untuk menggeser kembali haluan kebijakan pembangunan nasional kita untuk kembali memperhatikan badan memperbaiki sektor pertanian, dan sistem ketahanan pangan nasional"

Baca Juga: Fenomena Gerhana Matahari Cincin Bakal Terlihat 21 Juni, Catat Wilayah Lintasannya di Indonesia

"Ide-ide untuk mencetak sawah kembali untuk perluasan lahan pertanian, dengan cara mau mengkonversi hutan gambut dan beberapa hutan lahan koservasi di Papua," tuturnya.

"Mungkin niatnya baik, namun lagi-lagi ini juga menuai banyak kritik, karena menurut beberapa pandangan ini adalah usaha konyol, bahkan sarat dengan kepentingan bisnis kapitalis dan politis, semantara dinilai malah akan memperburuk kondisi lingkungan yang ada," ujarnya.

Alih-alih pada saat bersamaan, kata dia, pemerintah malah membiarkan bahkan seolah-olah mendorong bagaimana lahan-lahan pertanian produktif terkonversi, untuk kepentingan kegiatan usaha lain tanpa perhatian dan upaya perlindungan yang berarti.

"Sehingga kenyataannya ternyata akhir-akhir ini tata guna lahan ruang NKRI hanya menyisakan tidak lebih dari 5 % saja, dari total luasan lahan yg untuk sektor pertanian," sebutnya.

"Dengan begitu ya jelas saja, kenapa kita tidak pernah berswasembada pangan, karena dari rasio lahan produksi saja udah ga memadai. Belum lagi bicara penurunan angkatan kerja petani, perlindungan dan fasilitasi pasar hasil produksi, adaptasi iklim dan sebagainya," pungkas dia.*

Editor: Fauzan Evan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah