“Mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus mengakui bahwa media sosial telah dapat dimanfaatkan sebagai media propaganda, media perang urat syaraf,” jelas Hadi Tjahjanto dalam sebuah webinar, Sabtu, 21 November 2020.
“Dengan pengunaan dan jangkauan yang luas, media sosial menjadi media yang efektif untuk melakukan perang informasi atau pun perang psikologi. Sekarang kita mengenal hastag, trending topic. Dahulu kita menyebutnya sebagai tema propaganda,” sambungnya.
Menurut Hadi, belakangan propaganda lewat sosial media pun masif terjadi di Tanah Air yang keseluruhannya sangat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga: Turunkan Asam Urat Seketika hingga Sulit Kambuh Lagi
Baca Juga: Pantas Saja Pangdam Jaya Perintahkan Prajurit TNI Copot Baliho Habib Rizieq, Ternyata Begini Isinya
Salah satunya, lanjut dia, penyebaran berita bohong atau hoaks yang mendiskreditkan pemerintah, dengan sasaran utama masyarakat awam dan generasi muda agar terbakar emosinya.
Kemudian, provokasi dengan mengeksploitasi isu SARA seperti penistaan tokoh masyarakat, tokoh agama, perlakuan etnis tertentu, atau pun kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.
“Juga menyebarkan isu-isu sosial dan isu separatisme berbahasa Inggris untuk mencari simpati dan dukungan politik dari dunia internasional, seperti yang dilakukan Benny Wenda dan Veronica Koman,” ungkapnya.
Hadi menuturkan, kelompok separatis memanfaatkan sosial media untuk mempengaruhi opini dunia lewat propaganda. Mereka juga memanfaatkan panggung diplomasi internasional sebagai mandala alternatif demi mendapat dukungan.
Baca Juga: Dianggap Acuh Soal Baliho Habib Rizieq, Guntur Romli Sebut Anies Telah Berkoalisi dengan FPI