Mengapa Disebut Sesar Lembang?, Apa Hubungannya dengan Patahan Lembang dan Gempa Bumi

- 6 Januari 2024, 06:39 WIB
Mengapa Disebut Sesar Lembang?, Apa Hubungannya dengan Patahan Lembang
Mengapa Disebut Sesar Lembang?, Apa Hubungannya dengan Patahan Lembang /Feby Syarifah -DeskJabar/

Oleh karena itu, pemahaman tentang lokasi dan karakteristik patahan seperti Sesar Lembang penting untuk mitigasi risiko bencana gempa bumi di wilayah tersebut.

Studi mengenai sesar dan patahan membantu ilmuwan dan ahli geologi dalam memahami potensi risiko gempa bumi serta merancang upaya mitigasi yang lebih baik untuk melindungi masyarakat dan infrastruktur.

Baca Juga: Apa itu Sesar Lembang? Seberapa Bahayakah bagi Masyarakat, Bagaimana Antisipasi Solusi Atasi Potensi Bahaya

Dilansir dari laman BMKG, Sabtu 6 Januari 2024, disebutkan bahwa di wilayah Kota Bandung memang terdapat struktur Sesar Lembang dengan panjang jalur sesar yang mencapai 30 km. Hasil kajian menunjukkan bahwa laju pergeseran Sesar Lembang mencapai 5,0 mm/tahun, sementara itu hasil monitoring BMKG juga menunjukkan adanya beberapa aktivitas seismik dengan kekuatan kecil. Adanya potensi gempabumi di jalur Sesar Lembang dengan magnitudo maksimum M=6,8 merupakan hasil kajian para ahli.

Lebih lanjut BMKG menjelaskan hasil pemodelan peta tingkat guncangan (shakemap) oleh BMKG dengan skenario gempa dengan kekuatan M=6,8 dengan kedalaman hiposenter 10 km di zona Sesar Lembang (garis hitam tebal), menunjukkan bahwa dampak gempa dapat mencapai skala intensitas VII-VIII MMI (setara dengan percepatan tanah maksimum 0,2 - 0,4 g) dengan diskripsi terjadi kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Dinding tembok dapat lepas dari rangka, monument/menara roboh, dan air menjadi keruh. Sementara untuk bangunan sederhana non struktural dapat terjadi kerusakan berat hingga dapat menyebabkan bangunan roboh. Secara umum skala intensitas VII-VIII MMI dapat mengakibatkan terjadinya goncangan sangat kuat dengan kerusakan sedang hingga berat (Gambar di atas).

BMKG menyebut adanya hasil kajian sesar aktif oleh beberapa ahli akhir-akhir ini, maka penting kiranya pemerintah memperhatikan peta rawan bencana sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah. Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun struktur bangunan tahan gempa. Saat ini building code Indonesia mengacu kepada peraturan SNI 1726-2012. Upaya pembaharuan peraturan ini sedang dalam proses melalui Tim Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) yang melibatkan lintas bidang dan lintas sektoral dimana BMKG berperan aktif di dalamnya.***

Halaman:

Editor: Abdullah Mu'min


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah