Resmi, Ganja Tak Termasuk Klasifikasi Narkoba Berbahaya dan Bisa Tuk Keperluan Medis, Ini Kata PBB

4 Desember 2020, 14:24 WIB
Resmi, Ganja Tak Termasuk Klasifikasi Narkoba Berbahaya dan Bisa Tuk Keperluan Medis, Ini Kata PBB /Twitter.com/@antonioguterres

MANTRA SUKABUMI - Voting terkait penghapusan ganja medis dari kategori narkoba paling berbahaya di dunia oleh Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Rabu, 2 Desember 2020, Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan voting pengambilan keputusan tentang ganja.

PBB melalukan Voting terkait penghapusan ganja medis dari kategori narkoba paling berbahaya di dunia .

Baca Juga: Jangan Lewatkan Live Streaming Sinetron Ikatan Cinta Malam Ini, Aldebaran Balas Dendam Pada Elsa

Baca Juga: Gajian Sudah Tiba? Promo Bombastis Menanti di Shopee Gajian Sale!

Setelah mempertimbangkan serangkaian rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang reklasifikasi ganja, Komisi Obat Narkotika (CND) melakukan Voting di Wina, dan mencakup 53 negara anggota.

Tetapi perhatian terpusat pada penghapusan ganja dari Jadwal IV Konvensi Tunggal 1961 tentang Narkotika, di mana hanya terdaftar sebagai opioid berbahaya dan sangat adiktif, seperti heroin.

Kenzi Riboulet-Zemouli, seorang peneliti independen untuk kebijakan narkoba mengatakan bahwa ganja telah digunakan sepanjang sejarah untuk tujuan pengobatan. 

“Ini adalah kemenangan bersejarah yang besar bagi kami, kami tidak bisa berharap lebih,” katanya. 

Ia juga menyebut, perubahan tersebut telah mengembalikan kembali citra ganja sebagai tanaman medis, serta kemungkinan besar akan mendukung penelitian medis dan upaya legalisasi ganja di seluruh dunia.

Sementara itu, Dirk Heitepriem, wakil presiden di perusahaan ganja asal Kanada Canopy Growth, menyebut voting itu merupakan 'langkah maju yang besar,' serta mengakui dampak positif ganja untuk keperluan medis. 

Baca Juga: Kritisi Papua, Ferdinand Hutahaean: Mereka yang Deklarasikan Tak Lebih Seperti Remaja Coli di Kamar

Baca Juga: Jarang Diketahui, Inilah 7 Teh Herbal yang Dapat Bantu Ringankan Sembelit 

“Kami berharap ini akan memberdayakan lebih banyak negara untuk membuat kerangka kerja yang memungkinkan pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan akses ke pengobatan," ujar Heitepriem, seperti dikutip mantrasukabumi.com dari The New York Times pada Jumat, 4 Desember 2020. 

Penggunaan ganja medis telah meledak dalam beberapa tahun terakhir dan produk yang mengandung turunan ganja seperti cannabidiol atau CBD, senyawa nonintoxicating, telah membanjiri industri kesehatan. 

Cowen, sebuah perusahaan investasi dan jasa keuangan, memperkirakan bahwa industri CBD di Amerika Serikat akan bernilai $ 16 miliar pada tahun 2025.

Voting klasifikasi ulang ganja itu mendapat hasil suara 27 banding 25, dengan suara abstain dari Ukraina. 

Amerika Serikat dan negara-negara Eropa termasuk di antara mereka yang memberikan suara mendukung, sedangkan negara-negara seperti China, Mesir, Nigeria, Pakistan dan Rusia menentang keputusan tersebut.

Delegasi China mengatakan bahwa, meskipun ada langkah PBB, negara itu akan secara ketat mengontrol ganja dari bahaya dan penyalahgunaan.

Baca Juga: Update Smartphone, iPhone 12 Sudah Bisa Dipesan di Indonesia Mulai 11 Desember, Ini Rincian Harganya

Delegasi Inggris mengatakan bahwa klasifikasi ulang itu sejalan dengan bukti ilmiah tentang manfaat terapeutik ganja.

Akan tetapi, negara itu masih sangat mendukung kontrol internasional untuk ganja, serta menambahkan bahwa ganja menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang serius.

Riboulet-Zemouli menganggap hal tersebut sebagai sirkus diplomatik. 

"Itu adalah sirkus diplomatik," katanya. 

Ia kemudian menambahkan bahwa beberapa negara yang awalnya menentang perubahan tersebut, seperti Prancis, telah mengubah posisi mereka.**

Editor: Emis Suhendi

Tags

Terkini

Terpopuler