Seorang Perempuan Dipaksa, Dipekerjakan Jadi Budak Selama 22 Tahun, Pelaku Dituntut Rp2,74 miliar

8 Juli 2020, 06:45 WIB
ILUSTRASI pembantu rumah tangga.* /Istimewa

MANTRA SUKABUMI - Kabar mengejutkan datang dari warga Brazil, tepatnya Kota Sao Paulo yang mana dikabarkan seorang perempuan telah dipaksa bekerja menjadi budak selama bertahun-tahun dalam rumah milik orang kaya di kota tersebut.

Kabar tersebut sontak menggegerkan warga setempat hingga mereka merasa terkejut dengan apa yang diketahuinya.

Hal tersebut saat ini telah masuk ke pengadilan dan tim jaksa urusan tenaga kerja pun tengah berusaha menuntut ganti rugi sebesar satu juta real Brazil (sekitar Rp2,74 miliar) terhadap pelaku yang memperbudak perempuan tersebut dan dianggap sebagai pelaku kejahatan, seperti dikutip dari laman Antaranews.com.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Benarkah Fadli Zon Mendapat Jatah Kursi Menteri di Kabinet Jokowi?

Perempuan yang menjadi korban tersebut berusia 61 tahun dan diselamatkan oleh otoritas terkait pada Juni.

Diketahui, Ia telah bekerja untuk keluarga yang sama sejak 1998. Sejak saat itu, ia menempati gudang penyimpanan di luar rumah.

Otoritas ketenagakerjaan di Brazil meminta media agar tidak menyebarkan nama korban.

Baca Juga: Kejari Tahan Vicky Prasetyo Selama 20 Hari di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat

Beberapa dokumen pengadilan menyebutkan bahwa selama beberapa bulan korban tidak diperbolehkan masuk ke rumah majikannya.

Ia hanya bisa tidur di sofa, dan menggunakan ember untuk keperluan buang air. Korban pun bergantung pada seorang tetangga untuk makan dan keperluan mendasar lainnya.

Selama 22 tahun bekerja jadi pembantu rumah tangga, korban tidak pernah menerima hak libur atau cuti.

Baca Juga: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Membuka Millenial Talk Conference 2020

Para tersangka pelaku perbudakan itu adalah Mariah Corazza Barreto beserta suaminya Dora Ustandag, serta penghuni lainnya Sonia Regina Corazza, ibu Mariah yang juga pemilik rumah mewah tersebut. Mereka dituntut bersalah karena mempekerjakan orang seperti budak.

Keluarga itu tidak dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan.

Penyelamatan korban mengejutkan warga Brazil sebagaimana terlihat dalam komentar di dunia maya. Mariah Ustundag banyak dikenal sebagai seorang eksekutif atau pimpinan Avon, sebuah perusahaan kecantikan.

Baca Juga: Lirik Lagu Lengkap 'Stupid Love' Single Terbaru dari Lady Gaga

Namun, Mariah telah dipecat dari pekerjaannya pada 26 Juni 2020, kata Avon.

"The Avon Institute ... memutuskan menyediakan bantuan untuk korban, antara lain pendampingan psikologi, bantuan sewa rumah selama satu tahun di lokasi yang dipilih oleh korban, dan bantuan pembelian beberapa alat rumah tangga," kata pihak perusahaan lewat pernyataan tertulis.

Otoritas setempat, lewat bagian pembuka dokumen pengadilan, menegaskan bahwa temuan itu mengejutkan masyarakat Brazil.

Inspektur ketenagakerjaan di Brazil pada tahun lalu menemukan 1.054 orang dipekerjakan dalam kondisi dan situasi yang mirip praktik perbudakan. Dalam 25 tahun terakhir, otoritas setempat menemukan lebih dari 5.400 orang jadi korban perbudakan.

Baca Juga: Tragis, Dua Pesawat Tabrakan di Udara, Dikabarkan Seluruh Penumpang Tewas

"Temuan yang mengejutkan, meskipun lebih dari 20 tahun (korban diperbudak, red), pelaku tidak menunjukkan empati (kepada korban)," kata jaksa Alline Pedrosa Oishi Delena dan pengacara publik Joao Paulo Dorini melalui pernyataan tertulis.

"Mereka tega menempatkan korban dalam ruangan yang buruk, tanpa kondisi layak, setelah menjadi pekerja rumah tangga selama 22 tahun," kata dua orang tersebut.

Otoritas di Brazil mendefinisikan perbudakan sebagai kerja paksa, tetapi istilah itu juga mencakup upaya mempekerjakan orang lewat jeratan utang, bekerja dengan kondisi buruk, kerja dalam waktu panjang sehingga mengancam kesehatan korban. Pengertian perbudakan di Brazil juga terkait dengan tiap pekerjaan yang merendahkan martabat seseorang.

Baca Juga: TIM SAR Gabungan Terus Lakukan Pencarian Korban Tenggelam di Kawasan Pantai Palabuhanratu

Dalam pernyataan pembukanya, Delena dan Dorini menuntut ganti rugi sebesar satu juta real Brazil (sekitar Rp2,74 miliar) atas kerusakan dan kekerasan yang dialami korban. Angka itu merupakan permintaan ganti rugi yang cukup besar dan jarang disampaikan kejaksaan.

Tuntutan itu disampaikan karena buruknya lingkungan kerja yang dialami korban.

Menurut pihak kejaksaan, korban berhenti digaji sejak Februari 2020. Sebelum itu, ia dibayar 300 real Brazil (sekitar Rp806 ribu) per bulan. Bayaran itu jauh lebih rendah dari upah minimum di Brazil sebesar 1.045 real Brazil (sekitar Rp2,88 juta) per bulan.

Baca Juga: Pelarangan Aplikasi Tik Tok di AS Mencuat, Setelah Sebelumnya Dilarang di India, Pompeo: Kita Lihat

Setelah diperlakukan buruk selama bertahun-tahun, korban ditinggalkan majikan di rumah tanpa diberi tahu bahwa mereka telah pindah, kata Delena dan Dorini.

"(Korban) tidak punya pilihan lain selain melayani para pelaku, sebagai salah satu cara bertahan hidup. Faktanya, upaya bertahan hidup itu penuh dengan ancaman," kata Delena dan Dorini dalam pernyataan yang disampaikan ke pengadilan.**

Editor: Emis Suhendi

Sumber: antara news

Tags

Terkini

Terpopuler