Korban Tambang Giok Myanmar Dikubur Massal, Pemerintah Myanmar akan Lakukan Penyelidikan

- 5 Juli 2020, 07:31 WIB
Tanah longsor karena hujan deras mengubur para pekerja tambang di Myanmar.
Tanah longsor karena hujan deras mengubur para pekerja tambang di Myanmar. //Myanmar Fire Service Department

MANTRA SUKABUMI - Korban tewas puluhan penambang batu giok di Myanmar yang tertimbun tanah longsor akhirnya dikuburkan lagi secara massal pada Sabtu kemarin, yang sebelumnya 77 penambang lainnya telah dikebumikan pada Jumat, 3 Juli 2020 dalam kuburan massal.

Jumlah korban para penambang yang tertimpa longsoran tanah hingga meninggal dunia lebih dari 170 orang pada Kamis, 2 Juli 2020.

Sebagian dari korban diantaranya banyak migran yang mencari peruntungan di wilayah Hpakant yang kaya akan batu giok di Negara Bagian Kachin.

Baca Juga: Sebelum Aktif Sekolah di Zona Hijau, Disarankan Gelar Rapid Test Covid-19 dengan Gunakan Dana BOS

Diketahui, terjadinya kejadian tersebut bermula setelah limbah pertambangan longsor ke dalam sebuah danau hingga memicu gelombang lumpur dan air.

Pejabat lokal dari kementerian informasi Myanmar, Thar Lin Maung mengatakan kepada Reuters melalui telepon pada Sabtu bahwa 171 jenazah telah ditarik keluar tetapi lebih banyak yang mengapung di permukaan, seperti dikutip dari laman Antaranews.

Dia mengatakan 77 orang yang dimakamkan pada Jumat telah diidentifikasi dan 39 lagi akan dimakamkan pada Sabtu. Relawan membawa peti mati dari kayu lapis dan menempatkannya di kuburan massal yang digali di dekat lokasi tambang.

Baca Juga: Jokowi Umumkan Kabar Baik Kenaikan Status Indonesia dari Laporan Bank Dunia

Banyak jasad lain, yang kondisinya babak belur dan tanpa pakaian karena terhantam kekuatan gelombang yang menimpa mereka, masih belum diidentifikasi.

Myanmar memasok 90 persen dari batu giok dunia, yang sebagian besar diekspor ke negara tetangganya, China, yang berbatasan dengan Kachin.

Tanah longsor yang mematikan dan kecelakaan lain sering terjadi di tambang, yang menggaet minat pekerja miskin dari seluruh Myanmar.

Baca Juga: Aktif Sekolah Mulai 13 Juli Khusus Zona Hijau, Kelas Terisi 18 Siswa dan Masuk 3 Hari dalam Seminggu

Sekitar 100 tewas dalam bencana longsor pada 2015 hingga memicu seruan untuk mengatur industri. Sebanyak 50 pekerja lain meninggal dunia pada 2019. Namun, tanah longsor pada Kamis adalah yang terburuk sepanjang sejarah Myanmar.

Pemimpin negara itu, Aung San Suu Kyi, menuding bencana terjadi karena persoalan pengangguran, saat pekerja informal harus bekerja di tambang karena kurangnya lapangan pekerjaan lain.

Pemerintah Myanmar telah mengumumkan pembentukan komite untuk menyelidiki bencana tersebut.

Baca Juga: Harga Emas di Pegadaian Hari Ini, 05 Juli 2020, Antam, Antam Retro, dan UBS

Namun, para aktivis mengatakan tidak banyak yang berubah di industri ini meskipun ada janji dari pemerintah Suu Kyi untuk mengurusnya ketika ia mengambil alih kekuasaan pada 2016.

Kelompok pembela hak asasi manusia Global Witness mengatakan dalam pernyataan bahwa insiden tanah longsor itu adalah kegagalan pemerintah untuk mengatur praktik penambangan yang ceroboh dan tidak bertanggung jawab.**

Editor: Emis Suhendi

Sumber: antara news


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x