Lawan Klaim Beijing di Laut China Selatan, Perjuangan Berani Indonesia ini Menginspirasi ASEAN

- 23 September 2020, 09:49 WIB
Perjuangan Berani Indonesia Lawan Klaim Beijing di Laut China Selatan Menginspirasi ASEAN
Perjuangan Berani Indonesia Lawan Klaim Beijing di Laut China Selatan Menginspirasi ASEAN /Puspen TNI

MANTRA SUKABUMI – Konflik AS-China dalam kasus sengketa Laut China Selatan merambah ke berbagai negara, termasuk ASEAN.

ASEAN dan China diketahui berselisih tentang klaim Nine Dash Line China Selatan. Beijing dalam Nine Dash Line-nya mengklaim kepemilikan hampir seluruh 80 persen Laut China Selatan (LCS).

Dengan lantang China juga menuduh Amerika Serikat (AS) mencampuri urusan negaranya dengan ASEAN. China menyebut AS mengompori agar ASEAN menolak Nine Dash Line.

Baca Juga: Viral Odading Mang Oleh, Inilah Resep Membuat Odading Lezat dan Mudah

Baca Juga: Lihat Merchant Baru ShopeePay Minggu Ini untuk Sambut Gajian

Padahal penolakan justru datang dari PBB, bukan cuma ASEAN.Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin Jr. menolak mengikuti sikap China yang meminta menjauhkan kekuatan Barat termasuk AS di LCS.

Locsin mengatakan Kode Etik China Selatan yang dibuat oleh negara-negara Asia Tenggara dengan China tidak akan menyebabkan pengucilan negara-negara barat dari perairan tersebut.

"Tuntutan Tiongkok untuk mengecualikan kekuatan Barat dari Laut China Selatan tidak akan pernah saya izinkan," kata Locsin pada sidang anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat, Manila, Senin 21 September 2020, dikutip zonajakarta.com dari Inquirer dan Pikiran Rakyat, Selasa (22/9/2020).

AS-China juga mengalami ketegangan, dan Menteri Luar Negeri Michael Pompeo awal bulan ini mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk meninjau kembali hubungan dengan perusahaan negara milik China yang terlibat dalam pembangunan pulau buatan di LCS.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi sebelumnya juga mengkritik AS karena diduga ikut campur dalam sengketa wilayah dan memperkuat penempatan militernya di LCS.

Untuk pertama kalinya di bawah pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, Filipina mengatakan siap mengadu ke AS dengan menjalankan perjanjian pertahanan untuk menghadapi agresi militer China.

Teodoro Locsin mengatakan Manila akan meminta perjanjian pertahanan dengan AS jika China menyerang kapal angkatan lautnya di perairan sengketa.

Pernyataan Menlu Filipina itu menandai pertama kalinya pemerintahan Duterte meminta bantuan AS di tengah gejolak antara Beijing dan Manila.

Baca Juga: Kemnaker Cairkan 8,7 Juta Bantuan BLT BPJS Ketenagakerjaan Rp 600 Ribu, Cek Daftar Penerima

Baca Juga: Ternyata Singkong Rebus Bisa Obati Sejumlah Penyakit Salah satunya Mampu Menstabilkan Gula Darah

Sikap Indonesia

Indonesia menyatakan sikapnya dengan mengambil langkah-langkah diplomatik baru-baru ini sebagai anggota ASEAN yang menentang klaim Beijing atas LCS.

Langkah yang 'langka' diambil Indonesia yakni dengan mengirimkan catatan diplomatik kepada Kepala Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada awal minggu ini.

Surat itu, yang dikirim ke Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres pada Selasa, 26 Mei 2020 lalu, menjabarkan dukungan pemerintah Indonesia atas keputusan tahun 2016 silam.

Dimana hasil keputusan oleh Permanent Court of Arbitration di Den Haag, menyatakan pengadilan berpihak pada Filipina dalam kasus yang dibawa Manila untuk melawan China atas sengketa teritorial di laut.

"Indonesia menegaskan bahwa peta sembilan garis putus-putus menyiratkan klaim hak bersejarah jelas tidak memiliki dasar hukum internasional dan sama saja dengan mengecewakan UNCLOS 1982," isi surat dari Misi Permanen Indonesia ke PBB, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Radio Free Asia (RFA).

Artikel ini telah tayang sebelumnya di zonajakarta.pikiran-rakyat.com dengan judul "Perjuangan Berani Indonesia Lawan Klaim Beijing di Laut China Selatan Menginspirasi ASEAN"

Surat tersebut merujuk pada batas peta China yang mencakup Beijing, yang mengklaim wilayah maritim.

Karena Indonesia adalah penandatanganan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982), yang secara internasional menyetujui sistem tata kelola laut.

Surat itu menyerukan mengenai kepatuhan penuh terhadap hukum internasional dan Indonesia tidak terikat oleh klaim yang dibuat bertentangan dengan hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.

Sebagai Negara Peserta UNCLOS 1982, Indonesia secara konsisten menyerukan kepatuhan penuh terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982. Indonesia dengan ini menyatakan bahwa ia tidak terikat oleh klaim yang dibuat bertentangan dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982," isi surat tersebut.

Langkah ini menginspirasi negara-negara ASEAN untuk melakukan hal yang sama karena PBB punya kekuatan untuk menekan China menyoal LCS.

Baca Juga: Daun Binahong Ternyata Sangat Bermanfaat Untuk Kesehatan, Salah-satunya Tingkatkan Vitalitas Pria

Baca Juga: Timor Leste Dilanda Krisis Pangan, Jose Ramos Horta Malah Singgung Mi Instan dan Rokok Indonesia

Perjanjian

Nine Dash Line merupakan klaim China di LCS dan hampir mencakup seluruh wilayah termasuk pulua Paracel dan Spratly yang disengketakan.

Awal tahun ini,China menyetujui pembentukan 2 distrik untuk mengelola pulau Paracel dan Spratly yang disengketakan di China Selatan">Laut China Selatan, dalam upaya untuk menegaskan kedaulatan atas wilayah tersebut.

Walaupun ini bukan pertama kalinya Indonesia mengatakan hal tersebut, namun surat yang dikirim pada 26 Mei 2020 lalu ke PBB datang usai China juga mengirimkan surat yang memprotes Malaysia, Filipina dan vietnam.

Pada Kamis, 28 Mei 2020 seorang diplomat di Misi Tetap Indonesia untuk PBB di New York, Amerika Serikat dimintai keterangannya mengenai pengiriman surat tersebut.

Namun, tidak memberikan banyak komentar dan mengatakan akan memeriksa kebenaran tersebut terlebih dahulu.Direktur Prakarsa Transparansi Maritim Asia, Gregory Poling, di Wahington, Amerika Serikat mengatakan bahwa tindakan dari Indonesia membuka jalan baru.

"Verbal note ini adalah yang pertama kali dilakukan oleh salah satu negara tetangga di Asia Tenggara Filipina dan secara eksplisit mendukung kemenangan arbitrase 2016 melawan China," katanya, dikutip dari laman Radio Free Asia (RFA).

"Pejabat di Jakarta telah mendorong ini selama empat tahun dan sepertinya mereka akhirnya menang karena kekhawatiran politik tentang China," tambahnya.

Baca Juga: Dianggap Bunga Cabang Bank Asing Sangat Kejam, Ramos Horta Murka Salahkan Bank Mandiri dan BRI

Baca Juga: Lebih Berat dari Dosa Zina, Waspadai Ternyata Dosa Khusus ini Dihiasi Menjadi Indah oleh Jin

Membangun Koalisi

Dia juga mengatakan bahwa jika pemerintah Filipina ingin mengambil kembali haknya, dukungan dari Indonesia bisa menjadi bagian penting dari membangun koalisi.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang mengambil kekuasaan beberapa hari sebelum Pengadilan Permanen memutuskan untuk mendukung klaim negaranya atas jalur air yang diperebutkan, sebagai gantinya mencari hubungan yang lebih dekat dengan China.

Surat dari Indonesia ini adalah yang terbaru yang dikirimkan oleh negara-negara ASEAN atas China.

Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengeluarkan pernyataan yang mengatakan pemerintahnya mengikuti perkembangan terakhir di wilayah laut.

"Indonesia menyatakan keprihatinannya terhadap kegiatan baru-baru ini di China Selatan">Laut China Selatan yang berpotensi meningkatkan ketegangan pada saat upaya global kolektif sangat penting dalam memerangi COVID-19," katanya dalam pidatonya pada 6 Mei 2020 lalu.**

Editor: Abdullah Mu'min

Sumber: Zona Jakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x