Harap Waspada Bencana, Ilmuwan Peringatkan Masyarakat Akan Potensi Megatsunami

- 23 Oktober 2020, 13:55 WIB
 Ilustrasi tsunami. /Istimewa
Ilustrasi tsunami. /Istimewa /PIXABAY/Elias Sch

MANTRA SUKABUMI - Perubahan iklim dan pemanasan global kian mengkhawatirkan karena berkontribusi besar terhadap mencairnya lapisan- lapisan es di kutub Bumi, termasuk Alaska.

Hal tersebut menjadi keresahan masyarakat pula, dan membuat mereka kian merasa takut bila bencana tersebut terjadi.

Sekelompok ilmuwan telah memperingatkan tentang prospek bencana yang akan datang di Prince William Sound dalam surat terbuka pada Mei lalu yang ditujukan kepada Alaska Department of Natural Resources (ADNR).

Baca Juga: Orangtua Wajib Tahu, 5 Manfaat Mendongeng Bagi Anak-anak

Baca Juga: Berikut 12 Artis Bollywood yang Beragama Islam, Salah satunya Sangat Terkenal di Indonesia

Sebagaimana dikutip mantrasukabumi.com dari Science Alert, Senin 19 Oktober 2020, tsunami dahsyat di Alaska, menurut ilmuwan, dipicu oleh longsoran batu yang tidak stabil setelah pencairan gletser yang kemungkinan besar akan terjadi dalam dua dekade mendatang.

Bahkan, mereka khawatir hal itu dapat saja terjadi dalam 12 bulan ke depan. Meskipun potensi risiko tanah longsor semacam itu sangat serius, masih banyak yang tidak diketahui tentang bagaimana atau kapan bencana ini bisa terjadi.


Namun, yang jelas, para ilmuwan menyebut pencairan gletser (glacier retreat) di Prince William Sound, di sepanjang pantai selatan Alaska, tampaknya berdampak pada lereng gunung di atas Barry Arm, sekitar 97 km di timur Anchorage.

Berdasarkan analisis citra satelit menunjukkan saat Barry Clacier longsor dari Barry Arm karena terus mencair, bekas longsoran batu yang disebut scarp akan muncul di permukaan gunung di atasnya.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah longsor telah terjadi di atas fjord secara bertahap dan bergerak lambat, tetapi jika permukaan batu tiba-tiba memberi jalan, konsekuensinya bisa mengerikan.

Meski lokasinya terpencil, kawasan ini cukup sering dikunjungi oleh kapal komersial untuk rekreasi, termasuk kapal pesiar.

"Awalnya, sulit mempercayai angka-angka tersebut," kata ahli geofisika Chunli Dai dari Ohio State University mengatakan kepada NASA Earth Observatory.

Dia mengatakan, berdasarkan ketinggian endapan di atas air, volume tanah yang tergelincir, serta sudut kemiringan, dia menghitung bahwa keruntuhan tersebut setidaknya akan melepaskan 16 kali lebih banyak puing. "Dan 11 kali lebih banyak energi daripada longsor yang terjadi di Teluk Lituya di Alaska pada tahun 1958 dan megatsunami," kata Dai. Apabila perhitungan tersebut tepat, akibatnya mungkin tidak terpikirkan. Sebab, seperti peristiwa yang terjadi di Alaska pada tahun 1958, pernah disamakan oleh saksi mata dengan ledakan bom atom.

Baca Juga: Heboh, Penangkapan Anggota KAMI, Fadli Zon: Indonesia Bukan Negara Kepolisian

Baca Juga: Dibakar Dalam Mobil, Inilah Identitas EP Pelaku Pembunuh Kerabat Jokowi

Peristiwa itu sering dianggap sebagai gelombang tsunami tertinggi di zaman modern, dengan ketinggian mencapai maksimum 524 meter. Penyebab kerusakan lereng di Alaska Kerusakan lereng yang jauh lebih baru tercatat pernah terjadi pada tahun 2015 di Taan Fiord, di sebelah timur yang menghasilkan tsunami setinggi 193 meter.

Peneliti menduga kerusakan ini disebabkan oleh berbagai hal. Pemicunya beragam, dalam laporan Mei itu disebut sering kali hujan lebat atau berkepanjangan menjadi faktor penyebab kerusakan tersebut. Penyebab lainnya seperti gempa bumi, serta cuaca panas yang dapat mendorong pencairan permafrost, salju atau es gletser.

Sejak laporan tersebut dirilis awal tahun ini, analisis longsor berikutnya menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada pergerakan massa tanah di lereng. Meskipun hal itu tidak memberi tahu banyak hal, karena penelitian menunjukkan bahwa permukaan batuan telah bergeser setidaknya sejak 50 tahun yang lalu. "Ketika iklim berubah, lanskap membutuhkan waktu untuk menyesuaikan," kata penulis surat terbuka dan ahli geologi Bretwood Higman dari organisasi nirlaba Ground Truth Alaska kepada The Guardian.

Higman mengatakan jika gletser menyusut dengan sangat cepat, lereng di sekitarnya dapat mengejutkan. Mereka mungkin gagal secara serempak alih-alih menyesuaikan secara bertahap. Pemantauan berkelanjutan oleh banyak organisasi, termasuk ADNR, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, dan Survei Geologi AS mulai mengawasi perkembangan di Prince William Sound.

Baca Juga: Cek Penerima BLT BPUM Rp2,4 Juta via Onlie Melalui eform.bri.co.id/bpum, Cukup Siapkan eKTP

Pemantauan tersebut dilakukan untuk melacak pergerakan di atas Gletser Barry, dan untuk menyempurnakan prediksi tentang dampak dari megatsunami yang akan terjadi. Pada pemodelan dalam laporan Mei yang belum ditinjau oleh sejawat menunjukkan potensi tsunami mencapai ketinggian ratusan kaki di sepanjang garis pantai dapat mengakibatkan kerusakan tiba-tiba.

Dampaknya akan menyebar ke seluruh Prince William Sound, teluk, dan fjord yang jauh dari sumbernya. Kesimpulannya, dampak dari glacier retreat (kemunduran gletser) akan relatif cepat pada era perubahan iklim yang dapat menimbulkan ancaman tanah longsor dan tsunami yang serupa di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Alaska.**

Editor: Emis Suhendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x