Bukan Remdesivir Juga Chloroquine, Inggris Sedang Kembangkan Aspirin Sebagai Obat COVID-19 

- 7 November 2020, 07:25 WIB
Ilustrasi obat Aspirin
Ilustrasi obat Aspirin /Medical News Today

MANTRA SUKABUMI – Berbagai obat penawar COVID-19 banyak dikembangkan oleh beerbagai negara, diantaranya Amerika Serikat bersama koleganya yang mengembangkan Remdesivir dan Chloroquine.

Berbeda dengan Inggris yang mengembangkan Aspirin obat penghilang rasa sakit. Kini Aspirin akan dievaluasi sebagai kemungkinan obat untuk COVID-19 melalui proses salah satu uji coba terbesar di Inggris, yang akan menilai apakah Aspirin dapat mengurangi risiko pembekuan darah pada penderita COVID-19.

Para ilmuwan di balik uji coba Recovery, yang menyelidiki berbagai pengobatan potensial untuk COVID-19, mengatakan bahwa Aspirin akan berfungsi sebagai obat yang biasa digunakan sebagai pengencer darah.

Baca Juga: Nikmati Makan Kenyang dan Hemat Dengan ShopeePay Deals Rp1

Baca Juga: Rayakan Awal Bulan November dengan Merchant Baru ShopeePay

"Ada alasan yang jelas untuk meyakini bahwa Aspirin mungkin bermanfaat, dan aman, murah, dan tersedia secara luas," kata Peter Horby, kepala penyelidik sidang uji coba tersebut. Dikutip mantrasukabumi.com dari reuters.com, pada Jumat 6 November 2020.

Pasien yang terinfeksi COVID-19 berisiko lebih tinggi mengalami pembekuan darah karena trombosit hiper-reaktif, yaitu fragmen sel yang membantu menghentikan pendarahan. Aspirin adalah agen antiplatelet dan dapat mengurangi risiko pembekuan, kata situs web percobaan Recovery pada hari Jumat 6 November. 

Setidaknya 2.000 pasien COVID-19 diharapkan yang diambil secara acak mendapatkan 150 mg Aspirin setiap hari bersama dengan rejimen yang biasa. Data dari pasien tersebut akan dibandingkan dengan setidaknya 2.000 pasien lain yang menerima pengobatan COVID-19 standar sendiri.

Dosis harian kecil Aspirin telah ditemukan untuk mengurangi risiko kanker tertentu. Sebagai pengencer darah, itu meningkatkan risiko pendarahan internal, dan mengambil terlalu banyak dalam jangka waktu lama telah dikaitkan dengan kerusakan ginjal.

Halaman:

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah