Karena seseorang tidak tahu, apakah puasanya diterima, sehingga termasuk hamba yang dekat dengan Allah.
Atau sebaliknya, puasanya ditolak, sehingga termasuk orang yang mendapat murka dari-Nya.
Hendaklah setiap selesai beribadah tanamkan rasa seperti itu.” (lihat Ihya ‘Ulumiddin, cetakan al-Haramain, juz 1, hal. 236).
Rasa takut (khauf) dan harap (raja’) bagaikan dua sayap seekor burung. Jika hanya satu sayap saja, seekor burung tidak mungkin terbang dengan sempurna.
Jika tidak memiliki keduanya, sayap kanan dan sayap kiri, maka burung itu akan jatuh dan tidak bisa terbang lagi.
Demikian juga seorang Mukmin ketika telah melakukan ibadah. Usai ibadah itu dilaksanakan, dalam hati harus ditanamkan rasa takut dan harap.
Takut, jikalau ibadahnya tidak diterima. Juga harus berharap agar ibadahnya diterima dan mendapat balasan surga dari-Nya.
Antara khauf dan raja’ harus imbang. Jika rasa khauf (takut) berlebih, akan terlalu takut terhadap dosa dan menganggap kesalahan tidak bisa diampuni.
sementara sejatinya Allah maha pemurah dan maha pengampun. Sehingga bisa timbul rasa putus asa atas ampunan dan rahmat (kasih sayang Allah).
Pun sebaliknya, tidak boleh raja’ (berharap) berlebih, karena bisa berakibat berharap berlebih akan diterimanya suatu amal perbuatan dan diampuninya dosa.
Sehingga dikhawatirkan akan meremehkan dosa itu sendiri.