MANTRA SUKABUMI - Tema Khutbah Jumat singkat Juni 2021 kali ini mengenai pentingnya menjaga lisan di era digital.
Seperti yang kita ketahui bahwa ucapan atau lisan berasal dari lidah yang merupakan nikmat yang patut disyukuri. Bentuknya kecil, Tapi akibat yang ditimbulkannya bisa sangat besar.
Pentingnya menjaga lisan harus segera ditangani sebelum menyakiti hati orang mukmin lainnya.
Baca Juga: Muannas Alaidid Sebut Donasi Palestina UAH Terbongkar, Netizen: Masih Berani Lapor Gak si Ustadz
Maka dari itu, jika Anda bertugas sebagai khatib pada Khutbah Jumat kali ini alangkah baiknya mengingatkan para jamaah untuk menjaga lisan.
Dilansir mantrasukabumi.com dari NU Online yang disampaikan oleh Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Bidang Peribadatan & Hukum, PD Dewan Masjid Indonesia Kab. Mojokerto. Berikut naskahnya.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ الْمَوْجُوْدِ أَزَلًا وَأَبَدًا بِلَا مَكَانٍ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ، عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. ـ أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (الأحزاب: ٥٨)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari atas mimbar khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi, untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan.
Kaum Muslimin yang berbahagia
Di antara maksiat lisan adalah mencaci seorang Muslim, melaknatnya, melecehkannya, dan mengatakan setiap perkataan yang menyakiti hatinya tanpa ada sebab syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syariat).
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
Maknanya: “Mencaci seorang Muslim adalah kefasikan” (HR al-Bukhari).
Hadits ini menyebut perbuatan mencaci seorang Muslim sebagai kefasikan karena ia tergolong dosa besar.
Baca Juga: Akhirnya, Akui Kelaparan di Hutan Papua, Panglima OPM Menyerah
Sedangkan melaknat artinya adalah mencaci orang lain serta mendoakannya agar dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah.
Seperti mengatakan: Semoga Allah melaknatmu, semoga laknat Allah menimpamu, engkau terlaknat, atau engkau termasuk orang yang pantas mendapat laknat Allah.
Melaknat seorang Muslim hukumnya dosa besar. Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan:
لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Maknanya: “Melaknat seorang Mukmin serupa dengan membunuhnya” (Muttafaqun ‘alaih).
Mencaci dan melaknat saudara sesama Muslim bukanlah sifat seseorang Mukmin yang sempurna imannya sebagaimana ditegaskan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الفَاحِشِ وَلَا البَذِيْءِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُمَا)
Maknanya: “Seorang Mukmin yang sempurna imannya bukanlah seorang pencaci, pelaknat, bukan pula orang yang berkata keji dan kotor” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, dan lain-lain)
Bahkan dalam hadits lain, Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas bersabda: