Network
MANTRA SUKABUMI - Setiap orang Islam berharap dirinya masuk dalam golongan orang yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Kiamat.
Namun, ternyata ada ciri-ciri golongan yang dianggap beriman kepada Allah SWT dan Hari Kiamat, salah satunya adalah orang yang tidak menyakiti tetangganya.
Rasulullah dalam salah satu haditsnya memberikan gambaran tentang tanda-tanda atau ciri mereka yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Kiamat.
Baca Juga: Christ Wamea Sebut Ade Armando Tukang Adu Domba, Dosen UI: Geli Baca Tweetnya
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري).
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda rasulullah SAW: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah menyakiti tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diamlah.” (HR. al-Bukhari).
Berkaca kepada hadits tersebut, setidaknya kita bisa menyimpulkan bahwa ada 3 tanda jenis yang masuk dalam golongan orang yang beriman kepada Allah dan kepada Hari Kiamat.
Ketiga ciri tersebut yakni, pertama tidak menyakiti tetangganya, kedua memuliakan tamunya, dan ketiga berkata yang baik atau diam.
1. Tidak Menyakiti Tetangga
Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin, yang menganjurkan hidup rukun dengan tetangga.
Salah satu tujuannya adalah agar terciptanya ketentraman, keamanan, dan kenyamanan dalam kehidupan masyarakat.
Kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangat penting dan tinggi, sampai Allah dalam Al Quran surat an-Nisa ayat 36 menekankan hal ini.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36).
Baca Juga: Rizal Ramli Terima Tantangan Debat di DPR RI Soal Dana Haji, Djoko Edhi: Buat Tata Tertib, Supaya Tak Kacau
Syaikh Abdurrahman As Sa'di menjelaskan tentang ayat ini: "Tetangga yang lebih dekat tempatnya, maka lebih besar haknya. Oleh karena itu, sudah semestinya seseorang mempererat hubungannya dengan tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan, serta tidak memberikan ganggu baik berupa perkataan maupun perbuatan" (Tafsir As Sa'di 1/177).
Lantas siapakah yang dimaksud dengan tetangga itu, dalam Kitab Fathul Baari dijelaskan ada perbedaan terkait definisi tetangga. Sebagian mereka mengatakan tetangga adalah 'orang yang shalat subuh bersamamu', sebagian mengatakan '40 rumah dari setiap sisi, yakni kanan, kiri, depan, belakang', sebagian lagi mengatakan '40 rumah disekitarmu', ada yang mengatakan '10 rumah dari tiap sisi', dan beberapa pendapat lainnya (Fathul Baari, 10/367).
2. Memuliakan Tamu
