Dalam konteks kejadian Ibnu al-Jauzi saat itu, yang dimaksud dengan kedua gunung Nu’man adalah dua wanita yang menghalangi pandangan antara Ibnu al-Jauzi dan Nasim as-Shabah.
Setelah mendengar sajak-sajak itu, Nasim as-Shabah kemudian berlalu meninggalkan majelis pengajian itu dengan perasaan yang berkecamuk dan iba. Ia lalu menceritakan kejadian itu kepada teman-temannya hingga mereka menyampaikan hal itu kepada Ibnu al-Jauzi.
Kembali Bersatu
Singkat cerita, Ibnu al-Jauzi dan Nasim as-Shabah akhirnya rujuk kembali untuk melanjutkan perjalanan bahtera rumah tangga mereka yang sempat kandas disapu ombak perceraian.
Begitulah ternyata sisi lain kisah seorang ulama masyhur juga pernah mengalami gejolak asmara kepada lawan jenis. Tentu teladan ulama dalam mengekspresikan cinta tidak ada yang melebihi batasan-batasan syari’at.
Titik keharamannya bukan pada istilah “pacaran” itu sendiri, akan tetapi lebih kepada cara mengekspresikan perasaannya. Karena tidak jarang cinta itu tertutup oleh kabut syahwat.
Demikian kisah seorang ulama ‘bucin’ yang romantis ala Ibnu al-Jauzi. Semoga kita selalu dalam jalur kebahagiaan bersama orang yang kita cintai. Wallahu a’lam.***