Wahsyi adalah orang yang membunuh Hamzah (Paman Nabi). Dia, secara dhohir, adalah orang yang didoakan buruk oleh Nabi.
Singkat cerita, karena Nabi, nyuwun sewu (permisi/mohon maaf), sering mendoakan buruk sebelum ada larangan mendoakan buruk, lalu ayat (Ali ‘Imran: 128) turun:
لَيْسَ لَكَ مِنَ ٱلْأَمْرِ شَىْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَٰلِمُونَ
Baca Juga: Gus Baha Ungkap Sifat Asli Perempuan: Orang yang Didesain Allah yang Senengnya Berhias
“Muhammad, kamu memang kekasihku, tapi jika kamu mengintervensi-Ku maka tidak bisa. Aku tetaplah Tuhan. Tapi, soal keputusan itu hak-Ku. Aku ini ya mengampuni dan menyiksa.”
Beneran, Wahsyi yang paling fatal salahnya malah diberi hidayah. Sedangkan Tsa’labah paling rajin ke masjid, tidak pernah tidak sholat di shaf awal. Sampai-sampai dijuluki Hamamatul Masjid alias Merpatinya Masjid.
Akhirnya apa? Dia su’ul khotimah. Itu saja dia masih ditunggui Kanjeng Nabi.
Semenjak itu Nabi tidak pernah mendoakan buruk karena ada ayat (ke-128 dalam Surat Ali ‘Imran).
Kita kan tidak pernah tahu tentang Allah, tapi yang jelas “سمى نفسه غفورا”, yakni Allah menamakan dirinya sebagai Ghofuur (Maha Pengampun).
Dan dalam syariat-Nya, siapapun itu, seburuk apapun dia, ada kemungkinan dia taubat sebelum mati, dan sebaik apapaun kita pun ada kemungkinan untuk su’ul khotimah.