"Lha menontonnya, karena filosofi cinta Allah atau karena cinta penarinya?! Yang bikin perkara (masalah) kan itu," sindir Gus Baha.
Tak hanya itu, Gus Baha juga menjawab sangkaan jika tarian sufi bergantung pada yang menarinya.
"Giliran yang menari orang yang cantik kan menarik. Lha yang menarik itu filosofi menarinya apa penarinya?," sambungnya.
Ulama ahli quran dan tafsir asal Rembang itu juga mengutip salah satu kitab klasik Imrithi yang banyak digunakan di pesantren-pesantren.
فَأُشْرِبَتْ معنى ضمير الشان * فَأُعْرِبَتْ فى الحان بالاحان
Terjemah bebas: (Maka [La ilaha illa Allah] tenggelam dalam dhomir sya’n [lubuk hati], bagaikan seorang pecandu minuman yang sedang asyik dengan diiringi irama musik).***