Lalu Imam Syafi’i menjawab: "Jangan, jangan, harta ini harus tetap di tangan orang saleh. Kalau jatuh ke tangan orang fasik, bahaya."
Dialog antara Imam Syafi’i dengan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban ini mengisyaratkan bahwa orang orang saleh boleh memiliki harta.
Karena jika harta dikuasai orang dzalim makan akan menimbulkan mudarat dan maksiat.
"Berarti kiai boleh kaya, dan sejak saat itu ada gerakan kiai kudu sugih (harus kaya). Cuma ada yang kesampaian, ada yang tidak (kesampaian)." tambah Gus Baha.
Kebolehan bahkan keharusan orang alim kaya, juga diqiyaskan kepada kekuasaan.
Maka paradigmanya sama, yakni kekuasaan harus dipegang orang-orang shaleh.
Sebab jika kekuasaan jatuh ke tangan orang dzolim apalagi fasik, bisa akan menimbulkan bahaya.
"Maka banyaklah kiai menjadi bupati, dan sebagainya,” pungkasnya..***