Pemerintah RI Sedang Produksi Satria-1 untuk Internet Cepat dan Merata sebagai Satelit Terbesar

24 Desember 2020, 16:09 WIB
Ilustrasi Main HP/Ponsel/Gadget /mantrasukabumi.com/Andi Syahidan

MANTRA SUKABUMI - Pemerintah Republik Indonesia, memprioritaskan konektivitas dan pemerataan akses internet di seluruh penjuru tanah air.

Sebelumnya pemerintah telah melakukan pemerataan internet di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), pembangunan BTS dan perluasan jaringan 4G, selain itu, saat ini proses produksi Satelit Satria-1 sedang berjalan.

Satelit Satria-1 disebut mampu meningkatkan kecepatan internet di seluruh Indonesia dan akan memiliki kapasitas 150 Gbps. Satelit multifungsi Satria-1 tersebut, diproyeksikan akan menjadi satelit telekomunikasi terbesar di Asia.

Baca Juga: ShopeePay Hadirkan Super Online Deals untuk Sambut Momen Akhir Tahun di Era New Normal Jadi Bermakna

Baca Juga: Perusahaan Milik Menparekraf Sandiaga Uno Sumbang 200 Ribu Masker Medis ke Kejaksaan Agung RI

Dikutip mantrasukabumi.com dari indonesia.go.id. bahwa bukan hanya akses, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI  Johnny G Plate juga menekankan agar sarana itu bisa efisien memfasilitasi segala aplikasi layanan publik.

Menurut Menteri, dengan lautan yang membentang dan menghubungkan pulau demi pulau, Indonesia membutuhkan internet yang cepat, andal, dan aman. Agar dapat menyatukan seluruh wilayah.

"Pemanfaatan internet dari hulu ke hilir, khususnya kegiatan ekonomi digital untuk mendukung aktivitas ekonomi maritim akan mempercepat perwujudan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia," kata Menkominfo dalam Peringatan Hari Nusantara 2020, beberapa waktu lalu.

Selain telah melakukan pemerataan internet di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), pembangunan BTS dan perluasan jaringan 4G, di 12.548 desa dan kelurahan yang belum terjangkau 4G (blankspot), pun dijadwalkan rampung 2022, Kominfo juga mengoptimalkan satelit.

Pemerintah Indonesia sudah meminta perpanjangan waktu dengan perusahaan pembuatnya, Thales Alenia Space (TAS), dan roket peluncurnya adalah SpaceX Falcon 95500, selama 14 bulan untuk tetap dapat menempatkan satelit Satria-1 di slot orbit 146 BT (Bujur Timur).

Baca Juga: Indonesia Diminta Pertemukan Ulama Afghanistan dengan Taliban, JK: Kita Undang Melalui MUI

Sebagai informasi, satelit ini direncanakan untuk dapat meluncur di orbit pada Maret 2023. Namun karena penundaan ini, satelit tersebut paling cepat baru bisa mencapai orbitnya pada kuartal keempat 2023.

"Dengan demikian, kita semua masih yakin bahwa Satria-1 akan ditempatkan di orbit sesuai tambahan waktu penempatan yang diminta oleh Indonesia," tutur Johnny dalam siaran pers yang dikutip dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Selain meminta perpanjangan waktu, menurut Johnny, pemerintah telah pula mempersiapkan dua langkah alternatif lain untuk memastikan orbit satelit di 146BT tetap bisa digunakan Indonesia.

Langkah lain yang dilakukan pemerintah adalah menyiapkan backup filling satelit yang sudah didaftarkan di International Telecommunication Union (ITU) sebagai cadangan.

"(Ada) Nusantara PE1-A, apabila filling satelit PSN-146E tidak dapat digunakan lagi. Mudah-mudahan hal ini tetap masih bisa kita gunakan, karena itu biasa terjadi di dalam industri ini," tutur Johnny pula.

Baca Juga: Usai Ditetapkan Jadi Mensos, Risma Ingatkan Fakir Miskin jadi Tangungan Pemerintah

Menteri Johnny juga menjelaskan, proses pendaftaran dan penyelesaian koordinasi sudah dijalankan sejak lama. Masalah koordinasi krusial dengan negara pun banyak yang telah diselesaikan.

Langkah alternatif kedua adalah operator satelit Indonesia menyewa dan menempatkan satellite floater dalam jangka waktu tertentu.

Lewat alternatif ini, Indonesia tetap dapat memenuhi kewajiban regulasi ITU untuk menempati slot orbit 146BT.

"Dengan demikian, filling PSN 146 E akan tetap terjaga keberadaannya dan dapat digunakan oleh Satria-1," ujar Johnny menjelaskan. Lewat tiga langkah itu, maka pengadaan dan penempatan Satria-1 ini dapat berlangsung baik.

Menkominfo mengatakan, proses pembiayaan telah mendapat persetujuan dari lembaga pembiayaan BPI Prancis dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).

Proses atau kesepakatan preliminary working agreement (PWA) antara PT Satelit Nusantara 3 (SNT) dan Thales Alenia Space (TAS) pun sudah dilakukan dan proses manufacturing sudah dimulai.

Baca Juga: Tak Diduga, Ini 5 Manfaat Berkendara Motor bagi Kesehatan Tubuh, Salah Satunya Tingkatkan Kerja Otak

Selain meminta perpanjangan waktu, menurut Menteri Johnny, Indonesia juga telah mempersiapkan dua langkah alternatif lainnya agar orbit satelit 146BT tetap bisa digunakan Indonesia.

Sebagai informasi, satelit Satria-1 akan menempati orbit 146 BT (Bujur Timur). Satelit multifungsi ini ditujukan untuk menyebarkan akses internet di wilayah Indonesia, terutama daerah yang belum terjangkau internet.

Saat ini, Indonesia sendiri telah memanfaatkan lima satelit mandiri dengan kapasitas 30 Gbps, dengan empat satelit yang disewa dari pihak asing dengan kapasitas 20 Gbps.

"Beroperasinya Satria dengan kapasitas 150 Gpbs atau tiga kali lipat dari kapasitas sembilan satelit akan memberikan WiFi gratis di 150.000 titik publik di berbagai wilayah nusantara," tutur Johnny saat penandatangan kerja sama untuk kontruksi satelit ini.

Sementara itu, di sisi efisiensi, Menkominfo menyebutkan, pembangunan pusat data nasional pemerintah perlu dipercepat.

Salah satunya karena pemerintah saat ini menggunakan terlalu banyak aplikasi dalam menjalankan berbagai urusan kenegaraan.

Totalnya ada 24.700 aplikasi yang digunakan oleh pemerintah, dan terdapat lebih dari 2.000 pusat data untuk layanan pemerintahan.

Baca Juga: Berikut Prosedur Cek Status sebagai Penerima BLT UMKM Rp2,4 Juta bagi Pelaku Usaha Mikro

"Ini terlalu banyak, dan membuat tidak efisiennya fasilitas digital. Sehingga, pusat data nasional harus ada dan kini telah disiapkan pula superapplication untuk layanan pemerintahan yang lebih efisien dan praktis," kata Menkominfo.

Sebelumnya, dalam acara US-Indonesia Investment Summit pada Jumat, 11 Desember 2020, Menteri Johnny mengatakan, pembangunan pusat data nasional terus dikebut agar dapat selesai pada 2023.

Pembangunan pusat data nasional pemerintah ini juga merupakan bagian dari kebijakan satu data. Ia mengatakan, nantinya pusat data nasional ini akan memiliki spesifikasi sebesar tier empat.

Walaupun diakui, pusat data nasional ini juga menyangkut beberapa hal sensitif. Contohnya adalah data spesifik terkait dengan pemilik data, data-data keuangan, hingga data-data Kesehatan.

"Kami sudah mendapat lokasi pembangunan," kata Johnny dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 20 Desember 2020.

Baca Juga: Ini Ketentuan untuk Dapatkan BLT UMKM Rp2,4 Juta, Cek Daftar Sebagai Penerima Via eform.bri.co.id

Johnny juga menyebut dirinya pun telah melakukan pengecekan lokasi yang akan digunakan tersebut. Tujuannya untuk memastikan kondisi spesifikasi dan keamanan untuk pembangunan pusat data.

Sebelumnya pemerintah telah merencanakan empat pusat data nasional akan dibangun di Indonesia yang tersebar di pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.

Empat pusat data nasional tersebut akan dibangun di ibu kota negara sekarang, di ibukota negara baru, di Kepulauan Riau-Batam (menghubungkan dengan internasional), dan di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Bitung menjadi titik sentral untuk Indonesia bagian timur sebelum terkoneksi dengan sistem nasional.

Empat pusat data nasional ini akan terhubung satu dengan lainnya walaupun terpisah secara kewilayahan.

Menteri Johnny menginginkan implementasi pusat data nasional dengan biaya modal memadai dan biaya operasional yang terukur.

"Jangan sampai membangun mahal, merawat lebih mahal lagi. Kita akan lihat kombinasi paling efisien," ujarnya, ketika meninjau lokasi Bitung beberapa bulan lalu.

Karena Indonesia besar, lanjut menteri, akan dipilih redundesi atas dasar wilayah, walaupun dalam data center tidak harus atas dasar wilayah karena secara nasional terhubung dengan 'backbone fiber optic'. Pembangunan pusat data nasional itu diharapkan menghasilkan satu data nasional.***

Editor: Emis Suhendi

Sumber: indonesia.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler