Dilema Moeldoko antara KLB dan KSP, Refly Harun: Bukan Soal Rangkap Jabatan, tapi Soal Netralitas Istana

8 Maret 2021, 10:42 WIB
Din Syamsudin Dilaporkan Terkait Radikalisme, Refly Harun : Definisi Radikalisme yang Keliru./* /Tangkapan layar YouTube.com/ Refly Harun

 

MANTRA SUKABUMI – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa pemerintah mesti bersikap netral dalam menanggapi polemik terpilihnya Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Pakar hukum tata negara, Refly Harun mengatakan bahwa dirinya punya pendapat yang sama dengan Jimly Asshiddiqie.

Refly Harun mengatakan, akan ada dua hal yang menurutnya akan menjadi dilema bagi Moeldoko, yakni memilih Partai Demokrat, atau diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari jabatannya sebagai KSP.

Baca Juga: Kamu Senang Shopping? Coba Cari Tahu Tipe yang Manakah Kamu

Baca Juga: Anggota DPR RI: Pak Moeldoko, Saya Lihat Video Kader Demokrat yang Diming-imingi Uang Ratusan Juta

Selain itu, Refly Harun mengatakan bahwa dalam hal in, bukan soal kemungkinan Moeldoko nantinya merangkap jabatan, akan tetapi soal netralitas atau sikap netral Istana menghadapi polemik Partai Demokrat.

“Saya juga mengatakan dua hal yang bagi Moeldoko pasti akan menjadi dilema. Pertama, kalau mau terus mengambil Partai Demokrat, maka Moeldoko harus menanggalkan jabatannya sebagai kepala staf presiden, atau diberhentikan Presiden Jokowi,” ujar Refly Harun, seperti dilihat mantrasukabumi.com dari video di kanal YouTube Refly Harun pada Senin, 08 Maret 2021.

“Yang kedua, kalau memang memiliki KSP maka harus menanggalkan jabatan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres luar biasa, yang dalam bahasa orang-orang Demokrat Pro AHY mengatakan kongres abal-abal, kan begitu,” lanjutnya.

Mengenai kemungkinan Moeldoko menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Kepala KSP, Refly Harun menganggap hal itu bukan persoalan.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 8 Maret 2021: Elsa Akui Kesalahannya, Al Beritahu Mama Rosa Soal Andin

Menurutnya, persoalannya adalah memastikan apakah pihak Istana meyikapi polemik kudeta Partai Demokrat tersebut secara netral atau tidak.

“Lalu apakah tidak boleh rangkap jabatan? Persoalannya bukan soal rangkap jabatannya, tetapi soal memastikan yang namanya Istana bersikap atau bertindak netral,” tuturnya.

Pakar hukum tata negara tersebut mengatakan, jika Istana tidak memberikan sanksi apa-apa kepada KSP Moeldoko, maka pihak Istana ataupun Presiden Jokowi akan dengan mudah dituduh berada di balik polemik kudeta Partai Demokrat.

“Jokowi akan dianggap dalam tanda kutip merestui, menyetujui pengambilalihan Partai Demokrat oleh Moeldoko,” jelasnya.

Maka dari itu, untuk memastikan bahwa Istana tidak terlibat, Refly Harun mengatakan Moeldoko hanya memiliki dua pilihan, yakni meninggalkan Demokrat dan tetap di KSP, atau tetap di Demokrat dan meninggalkan KSP.

Baca Juga: Andi Arief: Kemenkumham dan Mahfud MD Tak akan Sulit Selesaikan Urusan KLB, karena Ada Fakta ini

“Sekali lagi bukan soal rangkap jabatannya, tetapi soal sikap Istana atau netralitas Istana,” tegasnya.

Refly Harun kemudian mengatakan bahwa hal itu nantinya akan bersifat dilematis bagi Moeldoko, sebab jabatan KSP adalah menjamin Moeldoko bisa mengambil alih Partai Demokrat.

“Saya kira pengurus atau anggota Demokrat yang menyelenggarakan KLB tidak akan mempertimbangkan Jenderal Moeldoko seandainya yang bersangkutan tidak menjabat di pemerintahan,” pungkasnya.***

Editor: Robi Maulana

Sumber: YouTube Sobat Dosen

Tags

Terkini

Terpopuler