Profil Kapten Anumerta Pierre Andries Tendean, Ajudan Jendral AH Nasution yang Tewas oleh Gerombolan PKI

18 September 2021, 18:20 WIB
Pierre Tendean saat menjadi pelajar SMP 1 Semarang (1955). /Instagram/@vz_pierre

MANTRA SUKABUMI - Bernama lengkap Pierre Andries Tendean adalah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965.

Pierre Tendean Mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai Ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.

Pierre menggantikan Kapten Kav Adolf Gustaf Manullang ajudan Pak Nas, yang gugur dalam misi perdamaian di Kongo Afrika tahun 1963.

Baca Juga: Shopee Gandeng Bintang Internasional Jackie Chan dan Joe Taslim di Iklan Shopee 9.9 Terbaru

Dengan pangkat Letnan Satu Czi, Pierre Tendean dipromosikan menjadi Kapten Anumerta setelah kematiannya.

PierreTendean dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bersama enam perwira korban Gerakan 30 September lainnya.

Berikut profil Pierre Tendean, dirangkum mantrasukabumi.com dari berbagai sumber.

Pierre Tendean ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965.

Pierre Andries Tendean Lahir pada 21 Februari 1939.

Pangkat terakhirnya adalah Lettu Czi., tetapi karena gugur dalam tugas, maka diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Kapten Czi. (Anumerta).

Pierre Andries Tendean terlahir dari pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter yang berdarah Minahasa, dan Maria Elizabeth Cornet, seorang wanita Belanda yang berdarah Prancis,[2] pada tanggal 21 Februari 1939 di Batavia (kini Jakarta), Hindia Belanda.

Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara; kakak dan adiknya masing-masing bernama Mitze Farre dan Rooswidiati.

Tendean mengenyam sekolah dasar di Magelang, lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang tempat ayahnya bertugas.

Sejak kecil, ia sangat ingin menjadi tentara dan masuk Akademi Militer, namun orang tuanya ingin ia menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur.

Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.

Sewaktu menjadi taruna, Pierre pernah ikut tugas praktik lapangan dalam operasi militer penumpasan pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera.

Karier militer Kapten Piere Tendean adalah sebagai berikut.

Setelah lulus dari akademi militer pada tahun 1961 dengan pangkat letnan dua, Tendean menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan.

Baca Juga: Profil Ahok, Komisaris Pertamina dan Mantan Gubernur DKI Jakarta yang Trending di Twitter Hari ini

Setahun kemudian, ia mengikuti pendidikan di sekolah intelijen di Bogor.

Setamat dari sana lalu ia ditugaskan di Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia; ia bertugas memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk menyusup ke Malaysia.

Pada tanggal 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi letnan satu, dan ditugaskan sebagai ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution.

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah dinas Nasution dengan tujuan untuk menculiknya.

Tendean yang sedang tidur di paviliun yang berada di samping rumah dinas Jenderal Nasution dibangunkan oleh putri sulung sang Jenderal (Yanti Nasution) setelah Yanti mendengar suara tembakan dan keributan yang luar biasa. Pierre pun segera berlari ke bagian depan rumah.

Ia ditangkap oleh gerombolan G30S dipimpin oleh Pembantu Letnan Dua (Pelda) Djaharup.

Gerombolan itu mengira dirinya sebagai Nasution karena kondisi rumah yang gelap. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar.

Tendean lalu dibawa ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi lainnya: Soeprapto, Soetojo, dan Parman yang saat itu masih hidup, serta Ahmad Yani, D.I. Pandjaitan, dan M.T. Harjono yang sudah terbunuh.

Ia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama enam jasad perwira lainnya.***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Tags

Terkini

Terpopuler