Profil Mayjen Anumerta DI Panjaitan, Pahlawan yang Tewas Dibunuh oleh Gerombolan PKI

18 September 2021, 20:20 WIB
DI Panjaitan / Instagram @Mere_cetPhoto/

 

MANTRA SUKABUMI - Mayjen Donald Isaac Panjaitan adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia.

Mayjen DI Panjaitan tewas karena dibunuh oleh gerombolan PKI dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

DI Panjaitan Pangkat terakhirnya adalah Brigadir Jenderal TNI, tetapi karena gugur dalam tugas, maka diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Mayjen. TNI (Anumerta).

Baca Juga: Shopee Gandeng Bintang Internasional Jackie Chan dan Joe Taslim di Iklan Shopee 9.9 Terbaru

Berikut profil Mayjen DI Panjaitan, dirangkum mantrasukabumi.com dari berbagai sumber.

DI Pandjaitan Lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Sumatera Utara.

DI Panjaitan memiliki istri yang bernama Ny. Marieke Pandjaitan br Tambunan.

Mayjen D.I Panjaitan Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas.

Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang.

Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun.

Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI.

Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948.

Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II.

ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan.

Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.

Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat.

Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).

Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa Gerakan 30 September terjadi.

Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk PKI.

Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces).

Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan untuk mempersenjatai angkatan kelima.

Karier Militer D.I Panjaitan adalah sebagai berikut.

D.I Pandjaitan memulai karier militernya saat ia mengikuti pendidikan Giyugun di Bukitinggi, Sumatra Barat dan lulus dengan pangkat Shoi (Letnan Dua).

Kemudian ia ditugaskan di Pekanbaru sampai indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

Pasca proklamasi kemerdekaan, Pandjaitan bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang nantinya menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan menjabat sebagai Komandan Batalyon I merangkap Kepala Latihan Resimen IV Divisi III / Banteng hingga panda puncaknya menjabat sebagai Asisten IV Menteri / Panglima Angkatan Darat.

Baca Juga: Profil dan Biodata Adi Utarini, Peneliti Indonesia yang Masuk 100 Orang Berpengaruh di Dunia 2021

- Shodancho (Komandan Pleton) Giyugun di Pekanbaru (1944-1945).
- Anggota BKR di Riau (1945).
- Komandan Batalyon I merangkap Kepala Latihan TKR Resimen IV Divisi IX / Banteng (1945-1947).
- Kepala Staf Resimen IV Riau Utara Divisi IX / Banteng (1947-1948).

- Kepala Bagian IV / Supply Komando Tentara Teritorium Sumatra merangkap Kepala Pusat Perbekalan PDRI (1948-1949).
- Kepala Bagian II / Operasi Komando Tentara Teritorium Sumatra Utara kemudian menjadi KO TT I / Bukit Barisan (1949-1952).

- Kepala Bagian III / Organisasi KO TT I / Bukit Barisan (1950-1952).
- Wakil Kepala Staf merangkap Pelaksana Kepala Staf TT II / Sriwijaya (1952-1956).

- Mendapat tugas mengikuti pendidikan di Kursus Militer Atase Gelombang I dan Senior Officer Courses of the Infantry School, India (1956).
- Asisten Atase Militer di Bonn, Jerman Barat (1956-1960).
- Atase Militer di Bonn, Jerman Barat (1960-1962).
- Asisten IV Menteri / Panglima Angkatan Darat (1962-1965).

- Perwira Siswa di Associate Courses pada U.S Army General and Command Staff College (1963-1964).

- Mayor (30 Oktober 1945- 30 Oktober 1948).
- Kapten (30 Oktober 1948-1 Oktober 1952), Pangkat diturunkan karena adanya Kebijakan Re-Ra (Reorganisasi dan Rasionalisasi) TNI.
- Mayor (1 Oktober 1952-1 Juni 1956).
- Letnan Kolonel (1 Juni 1956-1 Juli 1960).
- Kolonel (1 Juli 1960-1 Juli 1963)
- Brigadir Jenderal TNI (1 Juli 1963-5 Oktober 1965).

Pada tengah malam tanggal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota Gerakan 30 September memaksa masuk dan melancarkan tembakan ke rumah Panjaitan di Jalan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Kemudian D.I Panjaitan ditembak di kepala ketika ia sedang berdoa.

Jasadnya dibawa menggunakan truk menuju Lubang Buaya dan baru ditemukan pada tanggal 4 Oktober.

Sehari kemudian, Panjaitan mendapat promosi anumerta sebagai Mayor Jenderal dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Tewas dalam Peristiwa G30S/PKI dan kemudian dianugerahi kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal TNI Anumerta (1965).***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Tags

Terkini

Terpopuler