Sekjen Fitra: BLT Rp600 Ribu Sangat Rentan Terhadap Ketidaktepatan Sasaran dan Kecemburuan Sosial

9 Agustus 2020, 10:06 WIB
Ilustrasi uang /Pexels/

MANTRA SUKABUMI - Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang akan disalurkan oleh Pemerintah dengan kebijakannya kepada para pekerja dinilai bagus karena dapat melindungi mereka dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dengan disalurkannya bantuan tersebut sebesar Rp600 ribu itu setidaknya membantu perusahaan atau meringankan pihak perusahaan sehingga perusahaan tak melakukan PHK.

Kebijakan pemerintah soal pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada para pekerja telah disiapkan pemerintah mengenai anggarannya.

Baca Juga: Gadis 7 Tahun Alami Tindakan Sadis Diperkosa, Dibakar Hidup-hidup, Komnas PA: Harus Dihukum Mati

Meskipun anggaran Rp33,1 triliun yang disiapkan terbilang relatif kecil, yaitu hanya 0,01% dari total APBN 2020 seperti dikutip mantrasukabumi.com dari Warta Ekonomi.com.

Program semacam ini bisa menjadi terobosan di tengah kebingungan pemerintah melakukan percepatan penyerapan anggaran, ketimbang untuk perjalanan dinas.

Akan tetapi, program ini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati. "Sebenarnya ini kebijakan yang bagus, tapi sangat rentan terhadap ketidaktepatan sasaran dan kecemburuan sosial," tutur Sekjen Fitra Misbah Hasan melalui pernyataan tertulis, Sabtu (8/8/2020).

Baca Juga: AS Sanksi Pejabat Senior China dan Hong Kong, Beijing Sebut Sanksi 'Konyol' dan 'Tindakan Melucu'

Menurut Misbah, masalah program ini terletak pada data yang menjadi dasar pemberian bantuan. Rencananya, pemerintah menggunakan basis data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Faktanya, kata Misbah, hingga saat ini masih banyak perusahaan belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Dengan begitu, ada kemungkinan bantuan tersebut tidak tepat sasaran. "Jadi ada potensi banyak pekerja yang mestinya harus menerima, tapi justru tidak menjadi sasaran program karena tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan (exclution error data)," kata Misbah.

Lagipula, selama ini umum diketahui adanya praktik perusahaan yang melaporkan gaji karyawan di bawah angka sebenarnya. Tujuannya jelas, untuk mengurangi nilai premi atau iuran BPJS Ketenagakerjaan yang mesti dibayarkan. Artinya, ada potensi penerima bantuan ini justru mereka yang pendapatannya sebenarnya sudah tinggi (di atas Rp5 juta).**

Editor: Emis Suhendi

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler