Wisata Religi Puja Mandala di Kuta Bali, Keindahan Lima Rumah Ibadah dalam Satu Kawasan

- 26 April 2021, 09:32 WIB
Wisata Religi Puja Mandala di Kuta Bali, Keindahan Lima Rumah Ibadah dalam Satu Kawasan
Wisata Religi Puja Mandala di Kuta Bali, Keindahan Lima Rumah Ibadah dalam Satu Kawasan /ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/



MANTRA SUKABUMI – Bali tidak hanya dikenal dengan keindahan alam serta kekayaan budaya sehingga membuat masyarakat dunia jatuh cinta. Pulau Dewata juga mampu menyuguhkan sebuah wisata religius yang berbeda dengan biasanya.

Puja Mandala, merupakan sebuah kawasan peribadatan bagi lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, dan Hindu. Puja Mandala terletak di Desa Kampial, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, desa yang berada di perbukitan dengan pemandangan cantik menghadap laut Tanjung Benoa.

Di dalamnya terdapat Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Bukit Doa, dan Pura Jagatnatha. Tempat-tempat peribadatan ini saling berdampingan secara kokoh di dalam satu lokasi.

Baca Juga: Ada Diskon hingga 90% Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay

Baca Juga: Kenang KRI Nanggala 402, Susi Pudjiastuti Bagikan Foto Bersama Kolonel Harry Setiawan

Dilansir mantrasukabumi.com dari indonesia.go.id, Puja Mandala terletak tepat di tepi Jl Raya Kurusetra, jalur utama menuju sejumlah objek wisata ternama seperti Pura Uluwatu, Pantai Dreamland, Jimbaran, dan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana.

Puja Mandala berada tak jauh dari kawasan kompleks hotel Nusa Dua dan dapat dicapai dari pusat Kota Denpasar dengan berkendara selama 30 menit melintasi By Pass I Gusti Ngurah Rai. Jika ingin lebih cepat bisa melewati Tol Mandara mulai dari awal di Gerbang Tol Benoa hingga ke ujung di Nusa Dua sejauh 12,7 kilometer. Ini adalah tol laut terpanjang di tanah air.

Pengurus Masjid Agung Ibnu Batutah Ustad Sholeh Wahid menceritakan, pendirian Puja Mandala yang memiliki arti "tempat beribadah" itu bermula dari keinginan warga Muslim yang umumnya pendatang dari Pulau Jawa yang bermukim di sekitar Benoa dan Nusa Dua untuk memiliki masjid sendiri.

Keinginan yang muncul pada 1990 itu didasari kenyataan bahwa mereka merasa kesulitan menjangkau masjid. Pasalnya, masjid terdekat berada di Kuta, yang jaraknya sekitar 20 kilometer dari tempat tinggal mereka.

Namun sebagai minoritas, mereka terganjal aturan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 1/BER/mdn-mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintah dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya.

Baca Juga: Geram, Buzzer Jokowi Sudutkan SBY Soal Alutsista, Rachland Nashidik: Gak Bermoral, Bangsa Lagi Berkabung

Keluhan mereka ditanggapi Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi saat itu, Joop Ave, yang kemudian berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Menteri meminta agar dibangun suatu pusat peribadatan bagi lima agama yang diakui di Indonesia ketika itu.

Kehadiran tempat ibadah ini sekaligus memfasilitasi para karyawan dan tamu-tamu yang berkunjung untuk tetap bisa beribadah sesuai agamanya. Kehadiran pusat peribadatan itu juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kerukunan beragama di Bali berlangsung dengan baik.

Sedangkan menurut Ida Bagus Wika Krishna, doktor dari Universitas Hindu Indonesia, saat itu Joop Ave menugaskan PT Bali Tourism Development Center (BTDC) untuk menyiapkan lahan.

Pada 1992, BTDC memilih sepetak lahan seluas 2,5 hektar di Desa Kampial yang menghadap ke Tanjung Benoa dengan peruntukan tiap rumah ibadah dibangun di atas lahan seluas 5.000 meter persegi.

Dalam penelitian Krishna berjudul "Kajian Multikultur: Ide-ide Imajiner Dalam Pembangunan Puja Mandala", BTDC juga menentukan adanya lahan parkir bersama non sekat bagi kelima rumah ibadah dan tinggi tiap-tiap rumah ibadah yang dibangun mesti seragam.

Baca Juga: Usai Putus dari Amanda Manopo, Billy Syahputra Dekati Mahalini, Memes Prameswari: Aku Mundur

Baca Juga: Belum Selesai, Mbak You Ramalkan Adanya Kecelakaan Pesawat Selain Sriwijaya Air dan KRI Nanggala 402

Pembangunannya mulai dilakukan pada 1994 dan berlangsung hingga 1997, dengan menyelesaikan bangunan Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Paroki Maria Bunda Segala Bangsa, dan Gereja GKPB Bukit Doa.

Dalam sejumlah literasi disebutkan bahwa Vihara Buddha Guna selesai dibangun pada 2003. Namun menurut Krishna, vihara resmi digunakan 20 Desember 1997. Pura Jagat Natha menjadi rumah ibadah yang terakhir diresmikan, yaitu pada 30 Agustus 2004.***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Sumber: indonesia.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x