MANTRA SUKABUMI - Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam OTT. Bupati Nganjuk diduga terlibat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan yang dipimpinnya.
mantan jubir KPK Febri Diansyah dalam menanggapi kasus OTT ini seolah menyindir KPK terkait dengan hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Febri Diansyah menyebut bahwa pegawai KPK yang melakukan OTT Bupati Nganjuk "tidak" berwawasan kebangsaan. Hal itu dia sampaikan sambil menautkan berita berjudul "Penampakan Bupati Nganjuk saat Kena OTT KPK".
Baca Juga: Ada Diskon hingga 90% Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay
"Sungguh “tidak” berwawasan kebangsaan. Sudah masuk list 75, tapi masih OTT," cuit Febri Diansyah, dikutip mantrasukabumi.com, dari akun twitternya, Selasa, 11 Mei 2021.
Febri kemudian menyampaikan hormatnya untuk tim yang melakukan OTT.
"Hormat untuk tim yang masih terus bekerja menjaga bangsa ini dari perilaku korup. Sekalipun ia dicap dan distigma," demikian cuitan Febri.
Baca Juga: Lama Tak Muncul ke Publik, Bos MNC Hary Tanoesoedibjo Tiba-Tiba Puji Ketua DPD RI
Febri menjelaskan bahwa OTT kasus besar di KPK ditangani penyelidik dan penyidik yang terancam disingkirkan dari KPK.
Kasus besar tersebut di antaranya, OTT KPU, Bansos Covid-19 hingga OTT Bupati Nganjuk.
"Jadi gini, OTT kasus besar yang masih selamatkan muka KPK pasca Revisi UU & Pimpinan baru ternyata ditangani Penyelidik/Penyidik yang justru terancam disingkirkan gara-gara tes wawasan kebangsaan yang kontroversial. Misal: OTT KPU, Bansos Covid19, Benur KKP, Cimahi, Gubernur Sulsel, Nganjuk dan lain-lain," cuitnya.
Baca Juga: Mahfud MD Sebut Baru Saja Tengku Zulkarnain Meninggal Saya Sudah Rindu Beliau
Febri menyatakan bahwa upaya menyingkirkan pegawai terbaik KPK akan lebih berbahaya jika berdampak pada intervensi penanganan kasus.
"Upaya menyingkirkan pegawai-pegawai terbaik di KPK akan lebih berbahaya jika berdampak pada intervensi penanganan kasus korupsi. Jangan smpai jadi cara baru, jika penyidiknya galak, maka dengan mudah diganti. Hal inilah yang dikhawatirkan sejak Revisi UU KPK dilakukan. Ancaman terhadap independensi," pungkasnya.***