Pengurus NU Gus Nadir: Seharusnya Habib Rizieq Gak Perlu Ditangkap dan Diadili dalam Kasus Kerumunan

- 27 Mei 2021, 16:48 WIB
Tokoh NU, Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir.
Tokoh NU, Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir. /Instagram @nadirsyahhosen_official

MANTRA SUKABUMI - Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Australia, Gus Nadir atau Nadirsyah Hossen tanggapi soal proses pengadilan Habib Rizieq Shihab.

Menurut Gus Nadir, dalam kasus kerumunan, Habib Rizieq Shihab tidak perlu ditangkap dan diadili.

Jika keputusan denda, Habib Rizieq Shihab tak perlu dibawa dan bahkan sampai diadili di persidangan, bisa langsung bayar saja.

Baca Juga: Ini 5 Gejala Kanker yang Sering Kali Diabaikan dan Jarang Diketahui, Sakit dan Nyeri Salah Satunya

Baca Juga: Kasus Korupsi Bansos dan Harun Masiku Tenggelam, Najwa Shihab: Rugi Sekali Rakyat Indonesia

"Ya sepakat, seharusnya dalam kasus kerumunan HRS gak perlu ditangkap dan dibawa ke pengadilan," cuit Gus Nadir seperti dikutip mantrasukabumi.com dari akun twitter @na_dirs pada Kamis, 27 Mei 2021.

Pengurus NU Gus Nadir: Seharusnya Habib Rizieq Gak Perlu Ditangkap dan Diadili dalam Kasus Kerumunan
Pengurus NU Gus Nadir: Seharusnya Habib Rizieq Gak Perlu Ditangkap dan Diadili dalam Kasus Kerumunan Khazanah GNH @na_dirs


"Kalau cuma denda kan bisa langsung bayar saja," ujarnya.

Gus Nadir merasa terusik dengan kasus kerumunan lain yang tidak diperlakukan sama dengan Habib Rizieq Shihab.

"Tapi ada rasa keadilan yang terusik ketika yang lain tidak diperlakukan sama dengan HRS," katanya.

Diakhir, ia pun menegaskan bahwa berbeda pandangan dengan Habib Rizieq Shihab boleh saja, namun keadilan harus diberlakukan pada semua.

"Kita boleh berbeda dengan HRS, tapi keadilan berlaku pada semua," tandasnya.

Habib Rizieq diketahui didakwa pasal berlapis di sidang kasus kerumunan dan swab test. Berikut rinciannya:

Baca Juga: Kasus Korupsi Bansos dan Harun Masiku Tenggelam, Najwa Shihab: Rugi Sekali Rakyat Indonesia

Kasus Kerumunan Petamburan, Jakarta Pusat:

Dakwaan

Kesatu: Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

Kedua: Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

Kedua: Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

Ketiga: Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

Keempat: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan

Kelima: Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP.

Kasus Kerumunan di Megamendung, Jawa Barat:

Baca Juga: 5 Keutamaan Shalat Malam, Terkabul Doa Salah Satunya

Dakwaan

Kesatu: Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, atau

Kedua: Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, atau

Ketiga: Pasal 216 ayat (1) KUHP

Kasus swab test COVID-19 di RS Ummi Bogor:

Dakwaan

Pertama primer: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Subsider: Pasal 14 ayat (2) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Lebih subsider: Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

Kedua: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau

Ketiga: Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Baca Juga: Ini 5 Rekening Bank Penyebab BLT BPJS Ketenagakerjaan 2021 Rp2,4 Juta Tidak Cair, Simak Apa saja

- KUHP

Pasal 10 huruf b

Pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu; perampasan barang-barang tertentu; pengumuman putusan hakim.

Pasal 35 ayat (1)

(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:

1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;

2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;

3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.

4. hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;

5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri;

6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.

Baca Juga: Sesaat Setelah Salurkan Bantuan ke Palestina, Akun UAH Diblokir dan Aplikasi Al Qur'an Miliknya Dihapus

Pasal 55 ayat (1) ke-1

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

Pasal 160

Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Pasal 216 ayat (1)

(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu atau yang tugasnya maupun diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa perbuatan pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

- UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

Pasal 93

Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.***

Editor: Robi Maulana


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah