Kritik Pasal Penghinaan Presiden, Tsamara Amany: Bisa Jadi Pasal Karet untuk Membungkam, Kita Harus Tolak

- 14 Juni 2021, 13:06 WIB
Ketua DPP PSI Tsamara Amany ungkap alasan harus dukung korban pelecehan seksual.
Ketua DPP PSI Tsamara Amany ungkap alasan harus dukung korban pelecehan seksual. /Instagram.com/@tsamaradki/

MANTRA SUKABUMI - Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany menyampaikan penolakan terhadap pasal penghinaan Presiden/DPR

Menurut Tsamara Amany pasal tersebut bisa menjadi pasal karet yang memiliki potensi untuk membungkam diskursus publik yang sehat.

Dirinya mengatakan kritik dan menghina memang dua hal yang berbeda. Tapi rencana penerapan pasal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak yang memiliki kepentingan.

Baca Juga: Heboh, Ferdinand Hutahaean Usulkan Habib Rizieq Dampingi Anies Baswedan dalam Pilpres 2024

Baca Juga: Tito Karnavian Dituding Eksekutor Kriminalisasi Habaib dan Ulama, Natalius Pigai: Kejam dan Salah Besar

"Memang benar kritik & menghina adalah dua hal berbeda. Tapi pasal penghinaan bisa menjadi pasal karet yang punya potensi membungkam diskursus publik yang sehat," tulis Tsamara seperti dikutip mantrasukabumi.com dari akun Twitter miliknya pada Senin, 14 Juni 2021.

Karena itulah dirinya mengajak masyarakat untuk menolak pasal penghinaan presiden/DPR tersebut. Sebab dalam dunia demokrasi dibutuhkan diskursus yang kritis.

"Demokrasi butuh diskursus kritis. Kita harus menolak pasal penghinaan Presiden/DPR," lanjutnya.

Baca Juga: Bantah Tudingan Sebar Hoaks Kuota Haji, Wakil Ketua MPR Ini Unggah Berita Media Indonesia

Seperti diketahui Rencana Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU-KUHP) memasukan delik penghinaan Presiden dan DPR.

Dalam rancangan tersebut, penghinaan kepada Presiden dan Wakil Presiden bisa dipidana selama 3,5 tahun penjara.

Apabila dilakukan melalui media sosial atau sarana elektronik, hukuman bisa bertambah menjadi 4,5 tahun penjara.

Sementara itu, mereka yang dianggap menghina Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa dipenjara maksimal selama 2 tahun.

Baca Juga: Mengejutkan Indonesia dan Israel Ternyata Miliki Hubungan, Muhammadiyah: Harusnya Jadi Penengah

Menurut Partai Solidaritas Indonesia (PSI), delik ini bisa menjadi pasal karet yang mencederai esensi demokrasi, yakni kebebasan berpendapat.

PSI menilai, pihaknya tidak melihat relevansi pasal-pasal semacam itu di era demokrasi saat ini. Justru kritik harus dilawan dengan kerja bukan ancaman penjara.***

Editor: Andriana

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah