Seakan Tak Ada yang Bisa Bantah dr Lois, Ini 7 Bantahan Ilmiah dr Mila Anasanti, Silahkan Baca hingga Selesai

- 12 Juli 2021, 15:19 WIB
Seakan Tak Ada yang Bisa Bantah dr Lois, Ini 7 Bantahan Ilmiah dr Mila Anasanti, Silahkan Baca hingga Selesai
Seakan Tak Ada yang Bisa Bantah dr Lois, Ini 7 Bantahan Ilmiah dr Mila Anasanti, Silahkan Baca hingga Selesai /instagram/dr_lois7/



MANTRA SUKABUMI - Seakan tak ada yang bisa membantah dr Lois Owin Dokter Anti Aging Malaysia.

Bahkan tak tangung-tangung kata dr Mila Anasanti, ST, MSc bahwa pengikut dr Lois mensejajarkan dengan Nabi yang dulu dianggap gila oleh musuhnya.

Padahal kata dr. Mila Anasanti, ST, MSc, dr. Lois itu suka menyerang pribadi dan membodoh-bodohi orang.

Baca Juga: Gandeng Shopee, Ridwan Kamil Resmikan Pembangunan Shopee Center Guna Mempercepat UMKM Jabar Go Digital

"Gak tanggung-tanggung, pengikutnya sampai mensejajarkan dengan Nabi yg dulu sering dianggap gila oleh musuhnya," tulis dr Mila seperti dikutip mantrasukabumi.com dari akun Twitternya pada Senin, 12 Juli 2021.



"Padahal Bu Lois yg suka nyerang personal, bodoh-bodohin orang," tambahnya.

"Begini ya, tidak ada tanggapan secara ilmiah, justru karena pernyataan beliau itu jauhhhh dari ilmiah," ujarnya.

"Sehingga debunk cukup dengan pikiran jernih tanpa referensi ilmiah pun bisa," katanya.

"Tapi kalau mau bantah pakai referensi ilmiah, ya jelas jauh lebih bisa lagi," ucapnya.

Dilansir mantrasukabumi.con dari akun twitter pribadinya, berikut 7 bantahan ilmiah dr. Mila Anasanti, ST, MSc soal penyataan dr. Lois, silahkan baca hingga selesai.

Baik, kita tanggapi video pernyataan bu Lois yg dishare sampai ratusan ribu kali ini bahkan sudah beredar luas di WA:

1. Pandemi covid tidak real, banyak yang sakit sebabnya karena stres

Masak iya mendadak di tahun 2020-2021 orang stress berbarengan? Please, gunakan common sensenya.

Baca Juga: dr Lois Owein Resmi Ditangkap Polisi, Kasusnya Kini Ditangani Bareskrim Mabes Polri

Dan juga bagaimana bisa ritual tahunan India dibilang Bu Lois banyak yang meninggal karena kecelakaan padahal sebelum-sebelumnya tidak terjadi??

2. Tidak ada covid, pemeriksaan harusnya berdasarkan anamnesa dokter, bukan alat. Masak OTG dibilang sakit hanya karena positif PCR?

Pernyataan ini sangat aneh, dokter itu bukan dukun yang (mengaku) bisa menerawang.

80% penyakit untuk menegakkan diagnosa memang didapatkan dari anamnesa, tapi sisanya tetap butuh alat untuk mendiagnosa secara akurat.

Makanya kita kenal banyak alat yang diperlukan seperti PCR, MRI, CT scan, USG, dll. Apa iya semua alat itu dianggap ga perlu?

OTG perlu ditetapkan positif, karena berpotensi menularkan.

Ini sudah terbukti di banyak penelitian. Bahkan banyak orang patuh protkes, tapi tertular karena lengah bertemu OTG dari kerabat dan kenalan terdekat.

3. PCR hasilnya bisa berubah semaunya. Bu Lois bahkan merasa bisa mengganti-ganti PCR dari positif hingga negatif terus positif lagi.

Saya yakin Bu Lois kemungkinan besar tidak pernah pegang PCR, karena tidak paham cara kerjanya.

Begini ya, ingat kenapa dulu Indonesia terkesan lama tidak mengumumkan kasus COVID-19? Ini semata karena Indonesia SAAT ITU BELUM BISA MENDETEKSI COVID-19.

Padahal RT-PCR itu sudah ada di Indonesia sejak lama jauh sebelum covid.

Tapi saat itu kita belum punya PROBE covid yg merupakan bagian penting RT-PCR untuk bisa menetapkan & membedakan apakah virus corona yg diperiksa benar-benar SARS-Cov2 penyebab covid.

Ingat, virus corona itu ada banyak, bahkan jauh sebelum covid, tapi kita butuh spesifik untuk bisa mendeteksi SARS-Cov2 yang lebih ganas dari virus corona yg pernah ada.

Probe didapat dari sequencing genom, alias membaca urutan genetik kode RNA virus dan diambil bagian yang merupakan ciri penanda.

Baca Juga: Kata Jokowi Pandemi Belum Berakhir, Netizen Keluhkan Vaksin Berbayar, Oksigen dan Obat Jadi Barang Mahal

Selanjutnya probe ini berguna seperti template, kalau ada sample yg mengandung virus, dia akan mencocokkan urutan RNA nya apakah sesuai dengan probe yang spesifik SARS-Cov2 tadi.

Makanya akurasi PCR itu > 95% (hampir seakurat whole genome sequencing, cuma lebih murah):

Jadi, gak ada itu ceritanya PCR salah deteksi.

Kalau memang pemerintah bikin-bikin, harusnya dari awal heboh COVID-19 di dunia, negara kita sudah bisa mengumumkan kasus covid tanpa impor reagen dan probe dari luar negri.

4. Yang meninggal karena dari RS, mereka meninggal karena interaksi antar obat yang diberikan RS.

Ini tuduhan berat ke semua RS di seluruh dunia.

Faktanya, banyak juga yang meninggal di rumah bukan di RS.

Bahkan prosentase yg sembuh dari RS jauuhh lebih banyak daripada yg meninggal, banyak yg meninggal juga karena telanjur parah ga segera dibawa ke RS akibat masifnya hoax RS mengcovidkan pasien.

Kalau ini cuma plandemi, kenapa semua RS di dunia melaporkan kesembuhan covid-19 ini 80%? Kenapa tidak dibuat 0% sekalian?

Simak pernyataan WHO:
"Most people (about 80%) recover from the disease without needing special treatment"

5. Interaksi antar obat bisa menyebabkan asidosis laktat yg menyebabkan kematian pasien

Nah, ini bagian yang paling sering diulang-ulang Lois.

Padahal yang benar, asidosis laktat adalah salah satu efek yang ditimbulkan dari infeksi virus COVID-19.

5. Interaksi antar obat bisa menyebabkan asidosis laktat yg menyebabkan kematian pasien

Nah, ini bagian yang paling sering diulang-ulang Lois.

Padahal yang benar, asidosis laktat adalah salah satu efek yang ditimbulkan dari infeksi virus COVID-19.

Mari kita lanjut lagi.

Lagipula, interaksi obat apa dengan apa? Sebagian yg diberikan di RS adalah vitamin. Dan penelitian obat itu jalurnya lama dan panjang untuk menjamin keamanannya.

Berbagai obat digabung justru untuk saling menguatkan efeknya, bukan sebaliknya. Dan tentu saja gabungan obat tidak bisa dengan mudah menyebabkan kematian.

Penelitian justru menemukan level acid dalam darah itu justru INDIKATOR AWAL keparahan covid, artinya ini bisa dideteksi sejak dini sebelum menuju parah, bukan dibalik.

Dan metabolik asidosis itu hanya SALAH SATU dari efek keparahan virus covid, tidak khas harus ini.

Baca Juga: Kabarkan dr Lois Ditangkap Polisi Postingan dr Tirta Diserbu Netizen, Dokter: Hoax Kok Didukung

Sindrom pernapasan akut merupakan akibat SARS-CoV-2 berikatan dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) untuk memasuki sel target.

Penelitian telah menunjukkan reseptor ACE2 memiliki peningkatan aktivitas di cholangiocytes di mana SARS-COV-2 dapat menyebabkan kerusakan paru-paru yg bisa menyebabkan asidosis, ini karena efek hipoksia (kadar oksigen rendah dalam sel dan jaringan tubuh).

6. Pandemi ini ujung-ujungnya jualan vaksin

Halooo masih ingat wabah SARS 2003 dan MERS? Itu sudah sampai dibikin vaksinnya tapi tidak jadi dilepas di pasaran.

Kok bisa?

(Salah satunya) Karena tidak ada OTG, sehingga penularan tidak tinggi dan wabah berhasil dikontrol tanpa vaksin. 

Jadi tidak benar pandemi ini untuk jualan vaksin!

7. Pakai masker ga masuk akal, krn ga menutup telinga. Kalau virus bisa masuk hidung mulut, bisa masuk telinga jg donk?

Virus hanya bisa infeksi sel yg ada di membran mucus, sedang telinga dan salurannya ada ear wax, dan itu bkn membran mucus, Ibuu. Di FK dulu ga belajar anatomi?

Penutup

Jadi masih ada yang mau membela Bu Lois? Beliau ini Dokter umum lulusan 2004, tapi STR sudah lama expired alias tidak ilmunya lagi diupgrade dan tidak punya izin praktek.

Belajar anti-aging hormon di Malaysia, penyakit menular bukan keahliannya, tidak mengobati pasien secara langsung, tidak pernah memegang pasien COVID-19.

Di (Fakultas) Kedokteran tidak belajar (mendalam) lab & farmasi, bagaimana bisa beliau asal mengklaim interaksi obat tanpa pernah memegang obatnya apalagi menelitinya?

Pernyataan beliau itu tidak ada satupun yang sesuai rujukan ilmiah, malah bertentangan.

Menuduh seluruh RS di dunia ini 'membunuh' pasien covid dengan obat-obatan? Mengaku ngajari Trumps, bisa membubarkan IDI, dll. Oh wow?.***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah