Mengenang Jakob Oetama, Karena Jasanya Dunia Jurnalistik Semakin Maju

- 9 September 2020, 20:13 WIB
Jakob Oetomo meninggal dunia, Trias Kuncahyono merasa kehilangan sosok senior yang humanis
Jakob Oetomo meninggal dunia, Trias Kuncahyono merasa kehilangan sosok senior yang humanis /ANTARA/.*/ANTARA


MANTRA SUKABUMI - Indonesia kembali kehilangan salah satu tokoh pers nasional dan budayawan terkemuka.

Pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama tutup usia pada Rabu, 9 September 2020 pukul 13.05 WIB di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta dalam usia 88 tahun.

Almarhum akan disemayamkan di Kantor Kompas Gramedia Palmerah Selatan untuk selanjutnya akan di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada Kamis, 10 September 2020.

Baca Juga: Tegas, Prabowo Subianto Tolak Pangkalan Militer China di Indonesia

Baca Juga: Segera Cek Saldo Rekening, Ini Jadwal Pencairan BLT Rp 600 Ribu Tahap 3 Sebanyak 3,5 Juta Penerima

Terkait ketokohan Jakob, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai Jakob semasa hidupnya telah mencurahkan diri dan pemikirannya untuk memajukan dunia jurnalistik.

"Bangsa Indonesia kehilangan salah satu putera terbaiknya, namun kepergiannya tidak akan sia-sia. Semasa hidupnya, peraih Bintang Mahaputera dari pemerintah Indonesia pada tahun 1973 ini telah mencurahkan diri dan pemikirannya untuk memajukan dunia jurnalistik," kata Bamsoet dalam keterangannya seperti dikutip mantrasukabumi.com dari Antara pada Rabu, 9 September 2020.

Bamsoet mengungkapkan, dirinya mendapat inspirasi dari Jakob saat memulai karir di dunia jurnalistik sebagai wartawan di Harian Umum Prioritas pada tahun 1985, seusai dirinya lulus kuliah.

Menurut Bamsoet, Jakob Oetama tidak sekadar guru, melainkan juga menjadi ayah ideologis bagi para jurnalis.

Baca Juga: Dikenal Sosok Humanis, Trias Kuncahyo Merasa Kehilangan atas Kepergian Jakob Oetama

"Tidak hanya mengajarkan, beliau merupakan wujud nyata dari perpaduan idealisme dan integritas. Cara beliau membesarkan Kompas bersama sahabatnya, PK Ojong, merupakan cerminan semangat gotong royong," bebernya.

Bamsoet juga menambahkan, ia banyak mendengar dari para wartawan Kompas bahwa Jakob tidak memperlakukan wartawan maupun karyawannya sebagai pekerja, melainkan sebagai aset berharga yang dirawat, dijaga, dan dikembangkan.

"Hingga menempatkan wartawan Kompas sebagai wartawan yang paling sejahtera," lanjutnya.

Baca Juga: AS Bersiap-siap Blokir Pesanan Kapas dan Tomat Impor dari Xinjiang China atas Tuduhan Kerja Paksa

Bamsoet pun meyakini, walaupun Jakob sudah tidak ada lagi namun semangatnya akan tetap menemani.

"Sosok Jakob Oetama juga termasuk pejuang demokrasi, simbol perlawanan terhadap otoritarianisme. Pada 2-5 Oktober 1965, serta 21 Januari 1978, Kompas pernah dilarang terbit, namun Jakob Oetama tidak bergeming," pungkasnya.**

Editor: Andriana

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah