Presiden Joko Widodo Wanti-Wanti agar Vaksinasi Mengacu Pada Data yang Saintifik

- 29 Oktober 2020, 14:18 WIB
Presiden Jokowi
Presiden Jokowi /Setneg

MANTRA SUKABUMI – Presiden Joko Widodo mewanti-wanti agar vaksinasi harus mengikuti tahapan yang benar.

Kemudian mengacu kepada data yang saintifik, dan segalanya dilakukan dalam koridor keilmuan. Jangan terburu-buru dan kurang waspada.

Sejalan dengan arahan presiden itu, Badan POM perlu mengirim tim ahlinya ke Tiongkok akhir Oktober lalu.

Baca Juga: ShopeePay Kembali dengan Merchant Baru untuk Kamu Nikmati Minggu Ini!

Baca Juga: Marah, Tolak UU Cipta Kerja Sampai Rusak Fasilitas Umum, Megawati : Rusak Fasilitas Emangnya Duit Lo

Perpres Presiden (Perpres) nomor 99 tahun 2020 yang diteken 7 Oktober 2020, memberikan kewenangan dengan menyebutkan bahwa Kepala Badan POM yang akan memberikan persetujuan penggunaan “pada masa darurat (emergency use authorization) atau lzin Edar” bagi kandidat vaksin Covid-19.

Pengadaan vaksin Covid-19 ini memang disegerakan. Namun, Kata penentu ada di pucuk pimpinan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Dikutip mantrasukabumi.com dari indonesia.go.id, bahwa mereka akan melakukan inspeksi ke tiga pabrik vaksin di Tiongkok, yaitu Sinovac, Sinopharm, dan CanSino.

‘’Inspeksi itu untuk percepatan akses ke vaksin yang aman, berkhasiat dan bermutu," kata Kepala Badan POM Penny K Lukito, dalam rilisnya Jumat, 23 Oktober 2020.

Pada inspeksi tersebut, Tim Badan POM akan memeriksa proses detail pembuatan ketiga vaksin itu. Mereka juga akan memverifikasi kinerja ketiga kandidat vaksin itu pada uji klinis tahap 1, 2, dan 3. Hasilnya akan menjadi masukan penting sebelum Badan POM merilis izin edar.

Namun, hasil inspeksi dari Tiongkok itu bukan faktor tunggal. Hasil sementara (interim) uji klinis tahap 3 vaksin Sinovac yang dihelat di Bandung sejak Agustus lalu juga akan menjadi masukan penting.

Baca Juga: Wanita Wajib Tahu, 7 Cara Mudah Atasi Risiko Haid Tidak Lancar

Menunggu laporan lengkap dari Bandung akan memakan waktu, akan baru rampung semuanya Maret 2021. Maka interim report yang bisa dikeluarkan November 2020 akan sangat berguna.

Percepatan

Secara umum, vaksin bisa mengantungi sertifikat izin edar bila dinyatakan lulus pada uji klinis tiga tahap pada manusia. Uji klinis tahap 1 ini terkait uji keamanannya (safety).

Pada tahap ini akan dipastikan bahwa vaksin tidak berdampak buruk pada manusia, dengan mengakibatkan reaksi alergi berat atau bahkan infeksi.

Tahap keduanya ialah uji efektivitasnya, yakni sejauh mana vaksin tersebut bisa menginduksi antibodi guna melawan kuman atau virus sasaran.

Efektivitas ini diperiksa dari antibodi baru dalam darah relawan. Ada pun tahap ketiganya ialah pengujian efikasi yakni seberapa ampuh vaksin melindungi penggunanya. Uji klinis tahap 3 ini setidaknya perlu waktu 6 bulan.

Dalam kondisi pandemi global Covid-19 ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong agar vaksin cepat tersedia.

Melalui organ bentukannya Covax, WHO menggalang 75 negara, sejumlah lembaga internasional (nirlaba) dan dunia industri, bahu-membahu mempercepat produksi vaksin Covid-19. Indonesia ada di dalamnya.

Covax membantu lembaga-lembaga riset (terutama dari negara ketiga) ikut melakukan riset vaksin Covid-19.

Badan ini juga memfasilitasi komunikasi ilmiah di antara lembaga riset dan menjembatani  keinginan kerja sama. Targetnya, vaksin segera tersedia dan dapat digunakan oleh masyarakat dunia dengan akses yang setara.

Baca Juga: Libur Panjang Hari Kedua, Suasana Objek Wisata Palabuhanratu Terasa Berbeda Akibat Pandemi Covid-19

Komunikasi di antara para ahli melalui ajang Covax itu kemudian melahirkan kemudahan, di antaranya, kesepakatan bahwa pengujian klinis tahap 1 dan tahan 2 dapat dilakukan paralel, guna menghemat waktu.

Covax membantu pengembang (developer) vaksin dapat melakukan uji klinis di negara lain yang mengalami serangan Covid-19 cukup berat, seperti di Indonesia, India, AS atau Brazil, agar lebih teruji efek efikasinya (kemanjuranya).

Tanpa bermaksud memberikan rekomendasi atau membuat peringkat, WHO pun menyusun dokumen yang disebut Landscape of Covid-19 Candidate Vaccines, yang berisi deretan calon vaksin yang sedang dikembangkan berikut progresnya.

WHO menyatakan telah melakukan verifikasi secara wajar atas informasi dalam dokumen itu, meski tak berani menjamin bahwa semuanya serba akurat.

Dokumen Landscape itu menyebut ada 44 kandidat vaksin, yang 10 di antaranya dari Tiongkok.

Dari 44 calon itu, sembilan telah masuk ke uji klinis tahap 3: tiga dari Tiongkok (Sinnovac, Sinopharm, dan CanSino), Kanada (BioNTech-Pfizer), Inggris (AstraZeneca), Amerika (Moderna dan Novavax), Janssen Pharmaceutical Company (anak perusahaan Johnson and Johnson dari Belgia), serta Gamaleya Research Institute (Rusia).

Meski Pemerintah AS dan Rusia tak mendukung Covax, perusahaan swasta dari kedua negara turut berhimpun di dalamnya.

Tiongkok dan negara-negara Eropa umumnya mendukung Covax. Dalam dokumen yang dirilis 19 Oktober lalu itu, kandidat asal Indonesia Vaksin Merah Putih belum masuk dalam radar Covax.

Izin Distribusi Sementara

Sejauh ini, dalam pantauan The New York Times (NYT), yang membuat channel khusus untuk menyoroti izin edar sementara atau emergency use authorization (EUA) vaksin Covid-19, baru Pemerintah Uni Emirat Arab yang mengeluarkan EUA. Menurut NYT izin itu dirilis pertengahan September lalu untuk vaksin Sinopharm.

Pemerintah Tiongkok hanya memberikan emergency approval agar vaksin Sinovac bisa dikenakan bagi personel militer dan sejumlah petugas medis. Tentu, jumlahnya ribuan.

Maka, langkah Pemerintah Indonesia untuk mensegerakan kedatangan vaksin dari Tiongkok itu tentulah sebuah tindakan yang berani, tapi dilakukan dengan penuh kehati-hatian.

Selain menginspeksi tiga pabrik vaksin di Tiongkok, Badan POM menjadikan interim report uji klinis 3 dari Bandung itu sebagai masukan yang menentukan.

Uji Klinis tahap III di Bandung itu secara resmi menjadi tanggung jawab PT Biofarma Tbk, yang kelak akan memproduksi vaksin dengan bahan antigen dari Tiongkok itu. Tapi, pelaksananya di lapangan di lakukan oleh tim dari Fakultas Kedokteran Unpad.

Sampai akhir Oktober, seluruh relawan, sebanyak 1.620 orang, telah menerima suntikan untuk program uji klinis. Tentu, ada sebagian yang hanya menerima suntikan placebo (hanya larutan garam) untuk pembanding.

Baca Juga: Bahaya Kayu Manis Salah Satunya Dapat Tingkatkan Risiko Kanker

Dari jumlah itu, lebih dari 1.340 orang sudah menerima genap dua kali suntikan, sesuai dosis.

Guna tujuan observasi klinis, sudah lebih dari 830 relawan yang diambil sampel darahnya (kelak seluruhnya akan diambil darahnya).

Akan dilakukan pemeriksaan imunogenitas kepada mereka. Seluruh relawan juga diperiksa apakah mereka terjangkiti Covid-19 atau tidak. Semua datanya masih disimpan di FK Universitas Padjadjaran.

Menurut Iwan Setiawan, Head of Corporate Communication PT Biofarma Tbk, secara umum uji klinis berjalan lancar. Aspek safety yang tentu menjadi isu utama di kegiatan, tidak ada masalah yang subtansial.

Namun, observasi kepada efek imunogenitas dan dampak afikasi (keampuhan memberi proteksi) masih berjalan dan baru akan berakhir Maret 2021, yakni enam bulan pascapenyuntikan pada relawan gelombang terakhir.

Semua harus dilakukan secara cermat. Bila, efek imunogenitas dan dampak afikasi vaksin asal Tiongkok itu tidak cukup ampuh, akan sulit bagi vaksin Sinovac itu untuk membangun reputasi yang tinggi di mata publik.

Apalagi, Indonesia akan menjadi sorotan masyarakat internasional, karena akan jadi negara besar yang pertama melakukan vaksinasi massal terkait Covid-19.**

Editor: Emis Suhendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah