“Kebanyakan mekanik maupun pemilik kendaraan menyebutnya dengan minyak rem. Yang disebut cairan rem bukanlah minyak. Sebab sifatnya higroskopis atau menyerap air,” jelas Taqwa Suryo Swasono, Chief Mechanic Autochem Racing.
Artikel ini telah tayang sebelumnya di laman Jurnal Presisi dengan judul "Jangan Salah Kaprah! Cairan Rem Ternyata Bukan Berbahan Minyak."
Baca Juga: Akhirnya, Polisi Berhasil Amankan Motor yang Digunakan Balapan Liar di Palabuhanratu
Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya.
Karena sifatnya yang dapat mengumpulkan air, maka cairan rem rentan mengalami penurunan titik didihnya secara drastis.
Padahal, titik didih sangat berpengaruh pada sistem pengereman agar bekerja optimal.
Hal ini terjadi karena Indonesia memiliki tingkat kelembapan yang tinggi yaitu 60 - 80 persen.
Baca Juga: Irit Bahan Bakar, Simak Spesifikasi Yamaha All New Nmax 2020
Itulah kenapa pemilik bengkel mobil Garden Speed ini menganjurkan mengganti cairan rem setiap 10.000 km atau setahun untuk motor. Dan paling lambat sekitar 20.000 km atau setahun untuk mobil.
Sebab, lebih dari itu maka kandungan air di dalam cairan rem makin banyak. Semakin banyak air di sistem pengereman, maka titik didih cairan rem berkurang. Sehingga rem menjadi kurang bekerja secara optimal dan dapat menyebabkan rem blong.(Cak Ipunk/Jurnal Presisi) **