Kasus Covid-19 Dunia Tembus 100 Juta, Eropa Jadi Panik dan Afrika Protes ke WHO 

- 27 Januari 2021, 21:30 WIB
Ilustrasi Covid-19 atau virus corona.
Ilustrasi Covid-19 atau virus corona. /PIXABAY/Geralt

MANTRA SUKABUMI – Lebih dari 100 juta kasus COVID-19 sekarang telah tercatat di seluruh dunia, menurut penghitungan AFP pada Selasa, 26 Januari 2021. Ini jumlah kasus yang dikumpulkan dari data yang dilaporkan oleh badan kesehatan masing-masing negara, walau hanya mewakili sebagian kecil dari infeksi yang sebenarnya karena tingkat akurasi pencatatan yang rendah.  

Amerika Serikat (AS) menjadi negara terbesar yang mencatat kasusnya, dimana AS melaporkan lebih dari 25 juta kasus yang dikonfirmasi akhir pekan lalu, dengan jumlah kematian terbesar lebih dari 420.000. 

Sementara Inggris tercatat sebagai negara terparah di Eropa dengan melewati 100.000 kematian COVID-19, sementara negara-negara Eropa lainnya berusaha memperketat perbatasan mereka, berharap untuk mencegah strain virus baru yang lebih mudah menular.

Baca Juga: Brand Lokal Favorit Masyarakat Kini Hadir Jadi Merchant Baru ShopeePay

Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan, Presiden Lanjutkan Kebijakan Program Bantuan di Tahun 2021, Begini Kata Kemnaker

Negara Irlandia mengatakan pada hari Selasa, akan memberlakukan wajib karantina untuk setiap perjalanan antar negaranya, serta memperpanjang masa pembatasan nasional ketiganya hingga 5 Maret. 

Dikutip mantrasukabumi.com dari laman CNA pada 27 Januari 2021, di antara negara-negara Eropa lainnya yang ingin memperkuat kontrol perbatasan adalah Jerman, yang mengatakan sedang mempertimbangkan penghentian hampir seluruh penerbangan ke negara itu.

Dan Islandia mulai memberlakukan pengetatan dengan hanya memberi izin ke luar negeri bagi mereka yang sudah mendapat sertifikat vaksinasi, sertifikat diberikan setelah disuntik dosis kedua. 

Sementara Belanda diguncang kerusuhan sejak memberlakukan jam malam pada Sabtu lalu. Lebih dari 400 orang ditangkap setelah kerusuhan terburuk yang melanda negara itu dalam empat dekade, tetapi pemerintah Belanda mengatakan tidak akan mundur.

Polisi Israel juga bentrok dengan pengunjuk rasa, menangkap 14 orang setelah ultra-Ortodoks Yahudi berdemonstrasi menentang tindakan pembatasan.

Baca Juga: 4 Selebriti Terpapar Covid-19 Tapi Bisa Sembuh, Ternyata ini Cara yang Mereka Lakukan untuk Sembuh

Dengan angka kematian global sebesar 2,1 juta, dunia dihadapkan dengan persediaan vaksin untuk menyelesaikan permasalahan dunia, tetapi pertengkaran terjadi untuk mendapatkan vaksin yang terbatas sementara permintaan terus meningkat.

Ketegangan khususnya meningkat antara Uni Eropa dan perusahaan farmasi karena penundaan pengiriman.

"Eropa menginvestasikan miliaran untuk membantu mengembangkan vaksin COVID-19 pertama di dunia," kata kepala Uni Eropa Ursula von der Leyen pada konferensi virtual World Economic Forum (WEF). 

"Dan sekarang, perusahaan harus memenuhinya. Mereka harus menghormati kewajiban mereka," sebutnya. 

Kampanye vaksinasi Eropa tersendat setelah perusahaan obat Inggris-Swedia, AstraZeneca mengumumkan peringatan bahwa mereka tidak akan dapat memenuhi target yang dijanjikan kepada UE. 

Padahal seminggu lalu produsen grup Pfizer dari AS mengatakan pihaknya juga menunda volume pengiriman.

CEO AstraZeneca pada hari Selasa menegaskan bahwa perusahaan tersebut tidak menjual vaksin yang dipesan oleh UE ke negara lain untuk mendapatkan keuntungan.

Baca Juga: Tanggapi Kasus Anak Gugat Orang Tua, Muannas: Jangan Pernah Samakan Seperti Kita Konflik dengan Orang Lain

Kesenjangan pasokan vaksin yang semakin lebar antara negara-negara kaya dan miskin membuat Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengecam "nasionalisme vaksin".

Ramaphosa mengatakan kepada WEF bahwa negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah dikesampingkan oleh negara-negara kaya yang mampu memperoleh "hingga empat kali lipat dari kebutuhan penduduk mereka".

Perselisihan mengenai akses untuk mendapatkan vaksin di WEF muncul saat pandemi tersebut memperparah kesenjangan ekonomi antar negara di dunia.

Meskipun Lebanon berhasil menekan pandemi dengan status sebagai salah satu negara dengan pembatasan terketat di dunia, namun rakyatnya menghadapi masalah ekonomi.

Baca Juga: Detik-detik, Kapolres Sukabumi Berikan Kunci Rumah pada Warga Desa Jayanti Sukabumi dalam Program Rutilahu

Brasil melarang penerbangan dari Afrika Selatan karena kedua negara memiliki varian virus Corona baru, sementara kematian akibat virus di Meksiko melewati angka 150.000 pada Senin, hanya sehari setelah Presiden Andres Manuel Lopez Obrador mengatakan dia dinyatakan positif.

Dana Moneter Internasional (IMF) sekarang memprediksi "kerugian output kumulatif" sebesar US $ 22 triliun.

Namun demikian, optimisme bahwa vaksin akan mengendalikan pandemi dan memungkinkan aktivitas ekonomi untuk dilanjutkan, ditambah dengan stimulus dari negara-negara besar, mendorong perkiraan pertumbuhan IMF tahun ini menjadi 5,5 persen. ***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Sumber: CNA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x