Polisi Geledah Kantor HKPORI Usai China Tetapkan UU Keamanan Baru Hong Kong

- 11 Juli 2020, 20:43 WIB
SEORANG pemrotes hukum keamanan anti-nasional memegang spanduk bertuliskan "Partai komunis Tiongkok tidak tahu malu, melanggar janji" selama pawai pada peringatan penyerahan Hong Kong ke Tiongkok dari Inggris di Hong Kong, Tiongkok, 1 Juli 2020.*
SEORANG pemrotes hukum keamanan anti-nasional memegang spanduk bertuliskan "Partai komunis Tiongkok tidak tahu malu, melanggar janji" selama pawai pada peringatan penyerahan Hong Kong ke Tiongkok dari Inggris di Hong Kong, Tiongkok, 1 Juli 2020.* //Tyrone Siu/REUTERS

Hong Kong sempat jadi kota terbebas di China setelah wilayah itu dikembalikan oleh Inggris pada 1 Juli 1997. Pengembalian itu dilakukan dengan syarat China akan menjamin otonomi dalam berbagai sektor di Hong Kong.

Hasil survei HKPORI juga menunjukkan dukungan terhadap gerakan protes memudar, meskipun sebagian besar orang tetap menyuarakan tuntutan mereka, di antaranya termasuk hak pilih yang universal dan mundurnya pemimpin Hong Kong, Carrie Lam.

Baca Juga: Wajib Tahu, 5 Makanan yang Tidak Memiliki Tanggal Kadaluarsa

Salah satu pertanyaan yang diajukan ke para responden terkait dukungan terhadap kemerdekaan Hong Kong. Tuntutan kemerdekaan merupakan batas yang tidak boleh dilewati oleh warga Hong Kong atau mereka akan jadi sasaran UU Keamanan Baru.

Dari keseluruhan responden, 21 persen di antaranya mendukung Hong Kong merdeka. Angka itu tidak berubah sejak Maret. Namun, 60 persen responden menentang usulan tersebut.

Pemerintah China memberlakukan UU Keamanan Nasional sebelum tengah malam pada 30 Juni. UU itu akan memidanakan tiap orang di dalam dan di luar Hong Kong yang terlibat makar, subversi, terorisme, kolusi dengan pasukan bersenjata asing, dan aksi unjuk rasa anti-China.

Baca Juga: Status Zona Hijau, Kota Sukabumi Kembali Tambah Kasus Positif

Otoritas di Beijing mengatakan penetapan UU itu penting karena Hong Kong, lewat konstitusinya, gagal menciptakan produk hukum serupa. Hong Kong memiliki konstitusi tersendiri yang disebut Basic Law/Undang-Undang Dasar.

Pemilihan pendahuluan dilakukan jelang pemilihan Dewan Legislatif pada 6 September. Kelompok pro-demokrasi berharap dapat mengamankan mayoritas 35 plus suara di parlemen, sehingga mereka dapat membatalkan usulan eksekutif, serta berpotensi melumpuhkan pemerintahan.

Sejumlah anggota dewan pro-Beijing mengatakan kelompok pro-demokrasi ingin mengganggu pemerintah sehingga menyebabkan krisis konstitusional.

Halaman:

Editor: Emis Suhendi

Sumber: antaranews


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x