MANTRA SUKABUMI - Mantan Menteri Perekonomian Rizal Ramli mengutip pernyataan mantan Ketua KPK Busyo Muqoddas.
Menurut Busro Muqoddas bahwa saat ini untuk menjadi pejabat publik butuh dana besar untuk membiayai kampanye dan lain-lain.
Diketahui menurut Busyro Muqoddas untuk menjadi calon Bupati butuh dana sekitar 40 Milyar, Calon Gubernur 100 Milyar dan untuk menjadi Calon Presiden mencapai Triliunan rupiah.
Baca Juga: Ada Diskon hingga 90% Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay
Baca Juga: Rawat Hotman Paris di Rumah Sakit, Istrinya Dipuji Netizen
Maka hal tersebut Ekonom Rizal Ramli bertindak konsisten agar Threshold yang menjadi basis dari demokrasi kriminal harus dihapuskan.
"Mantan Ketua KPK, Busyro Muqaddas: “Saat ini, untuk jadi Bupati butuh 40 miliar, jadi Gubernur 100 miliar. Untuk ikut Pilpres triliunan,” ujar Rizal Ramli sebagaimana dikutip mantrasukabumi.com dari akun Twitternya @RamliRizal pada 23 Mei 2021.
"Itulah mengapa Rizal Ramli konsisten supaya Threshold, yang jadi basis dari demokrasi kriminal, harus dihapuskan," ucap mantan menteri ekonomi tersebut.
Baca Juga: UAS dengan Istri Foto Bareng Cak Nun, Netizen: Masyaallah, Jangan Dilepas Ustadz
Dalam kesempatan sebelumnya Busyro Muqoddas mengatajan Dengan sistem seperti itu para kandidat tidak mungkin sekadar mengandalkan uang tabungan.
Melainkan harus bergantung kepada para cukong politik. Cukong tersebut akan menagih utang saat orang yang dibiayai menang Pemilu.
UU Parpol, UU Pemilu dan UU Pilkada yang kita miliki merupakan biang kerok korupsi politik.
Produk pemilu akhirnya didominasi dibawah cukong. Orang Muhammadiyah tidak mungkin ikut Pilkada dengan cara ini. Apalagi harus main suap.
Busyro mencontohkan, UU Omnibus Law merupakan bukti, bahwa para pemodal itu sudah mulai menagih janji.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar diskusi hingga sembilan kali, dengan mengundang berbagai pakar.
Busyro mengatakan harus pulang balik Jakarta-Yogyakarta. Dari hasil diskusi itu, PP Muhammadiyah memutuskan menolak UU Omnibus Law.
Sikap tersebut, sambungnya, telah disampaikan kepada Presiden Jokowi.
Ketua Umum, Sekum, dan Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah telah menyampaikan sikap tersebut secara halus, sesuai gaya Muhammadiyah. Namun Presiden memutuskan tetap menjalankannya.***