‘Pasal Karet’ RUU KUHP Hendak Dihidupkan Kembali, Refly Harun: Kita Mau Kembali ke Zaman Orde Baru

9 Juni 2021, 06:15 WIB
‘Pasal Karet’ RUU KUHP Hendak Dihidupkan Kembali, Refly Harun: Kita Mau Kembali ke Zaman Orde Baru./* //* Mantra Sukabumi/Twitter.com

MANTRA SUKABUMI – Draft Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) masih menjadi sorotan masyarakat dan elit politik Indonesia saat ini.

Draft RUU KUHP yang beberapa waktu lalu dirilis oleh Kementerian Hukum dan HAM masih menjadi pro kontra di kalangan politisi dan masyarakat.

Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah mengenai Pasal Menyerang Harkat dan Martabat Presiden/Wakil Presiden, atau yang juga dikenal sebagai Pasal Penghinaan Presiden.

Baca Juga: Gandeng Shopee, Ridwan Kamil Resmikan Pembangunan Shopee Center Guna Mempercepat UMKM Jabar Go Digital

Baca Juga: Trailer Ikatan Cinta 9 Juni 2021, Nino Merasa Tertampar dengan Ucapan Andin: Kamu Itu

Menanggapi soal ‘Pasal Karet’ tersebut, pakar hukum tata negara sekaligus pengamat politik Refly Harun memberikan tanggapannya.

Menurut Refly Harun, jika Pasal Karet RUU KUHP hendak dihidupkan kembali, maka hal tersebut sama saja dengan kembali ke zaman pemerintahan Orde Baru.

Bahkan, Refly Harun mengatakan jika pasal-pasal tersebut sama seperti yang terjadi di zaman Kolonial Belanda.

“Kita mau kembali ke zaman Orde Baru dan zaman penjajahan, ketika pasal-pasal di KUHP yang disebut sebagai pasal karet atau Haatzaai Artikelen itu hendak dihidupkan kembali,” ujar Refly Harun, seperti dilihat mantrasukabumi.com dari video di kanal YouTube Refly Harun pada Rabu, 09 Juni 2021.

Refly Harun juga mengatakan jika Pasal Karet dalam KUHP banyak menjerat pejuang kemerdekaan Republik Indonesia dan aktivis politik di masa Orde Baru.

Baca Juga: Lowongan Kerja PT Danone Indonesia Butuh Cepat Paling Lambat Besok 10 Juni 2021, Lulusan SMA dan D3

“Karena menggunakan konstruksi bahwa yang namanya Ratu atau Raja, atau Gubernur Hindia Belanda itu tidak boleh dikritik, tidak boleh diserang harkat dan martabatnya,” jelas Refly Harun.

“Hal yang sama dilakukan di zaman Orde Baru, ketika orang dengan santainya akan mengatakan bahwa ini menyerang harkat dan martabat seorang Presiden,” tambahnya.

Menanggapi soal Pasal Menghina Presiden dalam draft RUU KUHP, Refly menilai jika yang seharusnya dilindungi terlebih dahulu adalah warga negara Indonesia.

“Justru kalau bicara tentang paradigma, yang terlebih dulu harus dilindungi adalah warga negara, karena itu disebutkan dalam konstitusi,” kata dia.

Baca Juga: Sebabkan Kanker Otak Gegara Main HP Sebelum Tidur Bahkan Masih Ada 6 Bahaya Lainnya, Coba Simak

Refly Harun kemudian menambahkan jika tujuan bernegara adalah untuk melindungi segenap bangsa, dan bukan untuk melindungi kekuasaan Presiden terlebih dahulu.

“Bahkan, kekuasaan presiden tidak disebut sebagai hal yang harus dilindungi di konstitusi. Jadi yang harus dilindungi di konstitusi itu adalah rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” pungkas dia.***

Editor: Fauzan Evan

Tags

Terkini

Terpopuler