Ungkapan Rabi’ah ‘Adawiyah, Puisi Hikmah Pembuka Tabir Para Pencari Cinta Sejati

10 September 2020, 17:40 WIB
ilustrasi wanita . /Pixabay

MANTRA SUKABUMI – Ungkapan atau pernyataan yang disampaikan oleh seseorang sepenuh hati akan berbeda dampaknya, baik kepada jiwa yang menyampaikannya maupun kepada yang menyaksikannya. Walau ditulis dengan untaian kata-kata yang indah, cahaya jiwa hanya bisa dihadirkan oleh Yang Maha Kuasa.

Ungkapan cinta Rabi’ah ‘Adawiyah menjadi bukti, dengan kata-kata sederhana tanpa direkayasa, namun cahayanya tak kunjung padam dimakan jaman. Sampai sekarang getarannya masih terasa bagi siapapun yang membacanya, terutama bagi para pencari cinta sejati.

Dikutip dari buku “Ajaran dan Teladan Para Sufi”, karya Laily Mansur.

Baca Juga: Tidak Main-main, Ini Hukuman Bagi Perusahaan dan Pekerja yang Palsukan Data BLT BPJS Ketenagakerjaan

Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah dilahirkan di kota Basrah sekitar tahun 95H/713M, dan meninggal pada tahun 185H/713M.

Kemiskinan yang menimpa keluarga Rabi’ah sejak dia lahir, memaksa Rabi’ah muda menjadi hamba sahaya. Walau Rabi’ah memiliki kemahiran dalam berpuisi dan memainkan alat musik, namun tidaklah membahagiakan dirinya, hanyalah dimanfaatkan untuk kesenangan diri dan keluarga majikannya.

Dalam suasana pedih dengan penderitaan dan himpitan tugas dari majikannya, ia sering mendapat bisikan: “Jangan engkau bersedih hati, karena kelak dikemudian hari orang-orang dekat kepada-Ku akan cemburu melihat kedudukanmu”.

Baca Juga: Indonesia Diboikot 59 Negara Untuk Tidak Masuk Ke Wilayahnya, Khawatir Menularkan Covid-19

Hari demi hari perubahan-perubahan sikap Rabi’ah yang tidak peduli lagi dengan kehidupan duniawi mendapat perhatian dari majikannya, hingga disuatu malam majikannya menyaksikan Rabi’ah bersimpuh memanjatkan do’a selepas shalat malam:

“Ya Rabbi, Engkau Maha Tahu bahwa aku sangat ingin selalu bersama-Mu, hati nuraniku sangat ingin berbakti sekuat tenagaku untuk-Mu, seandainya aku yang menentukan keadaanku, maka sejenak pun aku tak ingin menghentikan baktiku pada-Mu. Tetapi Engkau telah menempatkan aku di bawah kemurahan hati orang lain”.

Pada pagi harinya, Rabi’ah dipanggil oleh majikannya dan berkata kepadanya: “Wahai Rabi’ah, aku telah memutuskan untuk memerdekakan engkau dengan sepenuhnya. Seandainya engkau ingin menetap tinggal di rumahku ini kami semua akan gembira dan menerima engkau sebagai orang yang bebas dan menerima fasilitas dari kami. Tetapi seandainya engkau berkeinginan untuk meninggalkan rumah ini maka kami do’akan keselamatan bagimu dan segala permintaan untuk itu akan kami kabulkan”.

Baca Juga: Mengerikan, Beberapa Tanda Kiamat Sudah Terjadi, Begini Proses Terjadinya

Sejak itu ia kembali ke desa dimana ia dilahirkan, dengan membina kehidupan baru yang menolak kesenangan dan kelezatan duniawi. Kehidupan yang dibina atas dasar zuhud, dan mengisinya dengan semata-mata beribadah kepada Allah yang menjadi tumpuan segala cintanya selama ini.

Seluruh perawi tasauf sepakat bahwa Rabi’ah ‘Adawiyah selalu mengisi kehidupan siang dan malamnya dengan shalat diiringi derai air mata rindu kepada-Nya. Cinta Rabi’ah adalah cinta abadi kepada Tuhan-nya, melebihi segala cinta yang ada. Cinta yang tidak takut kepada apa saja walau kepada neraka sekalipun.

Pernyataannya yang terkenal disampaikan di depan pengikutnya ialah:

Baca Juga: Selama Masa Pandemi Covid-19, Tercatat 465 Kasus Bunuh Diri di Malaysia

“Kujadikan Engkau teman percakapan hatiku,

tubuh kasarku biar bercakap dengan insani,

jasadku biar bercengkrama dengan tulangku,

isi hati hanyalah tetap pada-Mu jua ...”

Kutipan puisinya yang terkenal disampaikan pada kesempatan lain:

“Sekiranya aku beribadah kepada Engkau karena takut akan siksa neraka,

biarlah neraka itu bersamaku.

Dan jika aku beribadat karena mengharap akan sorga,

maka biar jauhkanlah aku dari sorga itu.

Tetapi bila aku beribadat karena cinta semata,

maka limpahkanlah keindahan-Mu selalu...”.

Mahabbah yang diperkenalkan oleh Rabi’ah sebagai salah satu maqam terpenting dalam tasawuf yang kemudian dikembangkan oleh para sufi dari generasi berikutnya seperti al-Ghazali dan Ibnu Arabi. Dan bagi para sufi yang mengambil jalan maqam mahabbah, tentu tidak akan melewatkan ungkapan cinta Rabi’ah ‘Adawiyah yang satu ini:

Baca Juga: Mengerikan, Peneliti Sebut Virus Corona Mampu Menyerang dan Merusak Otak

“Kucintai Engkau lantaran aku cinta,

dan lantaran kau patut dicinta.

Cintaku lah yang membuat rindu pada-Mu.

Demi cinta suci ini, bukalah, tabir penutup tatapan sembahku.

Janganlah Kau puji aku lantaran itu.

Bagi-Mu lah segala puji dan puji...”

Apabila Rabi’ah ‘Adawiyah jatuh cinta kepada Tuhan, maka masyarakat dari semua lapisan mencintai Rabi’ah hingga orang-orang datang ke rumahnya meminta petuah-petuah dan pelajaran hikmah. Atau bahkan hanya sekedar bersilaturahmi dan mencari berkah dari padanya. **

Editor: Emis Suhendi

Tags

Terkini

Terpopuler