Cara pemerintah melihat persoalan perlu diperbaiki prof. Jangan dipersonalisasi. Ini bukan soal pak din dan pak itu atau pigai dan abu janda...ini soal posisi negara ditengah hingar bingar media sosial. Mengapa “fasilitas” yg meng-“ekstensi” konflik di dunia maya dibiarkan ada? https://t.co/X8pXQdeXo3— #GS2021KolaborasiYuk (@Fahrihamzah) February 13, 2021
Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan atau BSU 2021 Tidak akanCair jika Gunakan 5 Rekening ini
"Ini soal posisi negara ditengah hingar bingar media sosial. Mengapa “fasilitas” yang meng-“ekstensi” konflik di dunia maya dibiarkan ada?," sambungnya.
Adapun cuitan dari Mahfud MD yakni terkait penuduhan tentang Din Syamsuddin sebagai radikal.
"Pemerintah tidak pernah menganggap Din Syamsuddin radikal atau penganut radikalisme. Pak Din itu pengusung moderasi beragama (Wasathiyyah Islam) yang juga diusung oleh Pemerintah. Dia juga penguat sikap Muhammadiyah bahwa Indonesia adil "Darul Ahdi Wassyahadah". Beliau kritis, bukan radikalis," tulis Mahfud MD.
Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan 2021 Rencana akan Dilanjutkan, Cair pada 6 Glongan ini
"Muhammadiyah dan NU kompak mengkampanyekan bahwa NKRI berdasar Pancasila sejalan dengan Islam. NU menyebut "Darul Mietsaq", Muhammadiyah menyebut "Darul Ahdi Wassyahadah". Pak Din Syamsuddin dikenal sebagai salah satu penguat konsep ini. Saya sering berdiskusi dengan dia, terkadang di rumah JK," tuturnya.
"Memang ada beberapa orang yang mengaku dari ITB menyampaikan masalah Din Syamsuddin kepada Menteri PAN-RB Pak Tjahjo Kumolo. Pak Tjahjo mendengarkan saja, namanya ada orang minta bicara untuk menyampaikan aspirasi ya didengar. Tapi pemerintah tidak menindaklanjuti apalagi memroses laporan itu," pungkasnya.***