Soal Kisruh Partai Demokrat, Pakar Politik Sebut Posisi Etika Berada di Atas Hukum

- 15 Maret 2021, 12:00 WIB
Peneliti senior LIPI Prof DR Siti Zuhro MA.
Peneliti senior LIPI Prof DR Siti Zuhro MA. /Antara/

MANTRA SUKABUMI - Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Siti Zuhro, menilai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat tidak lazim sebab tidak mengikuti AD atau ART.

Dualisme atau kisruh di dalam tubuh partai politik, pada dasranya hanya melibatkan kader atau internal partai saja, namun berbeda dengan kejadian di tubuh Partai Demokrat, karena Moeldoko yang bukan kader partai muncul ke permukaan.

Kondisi tersebut terjadi karena etika dan moral politik yang sudah mulai pudar, bahkan tidak ada. Padahal, posisi etika sesungguhnya berada di atas hukum.

Baca Juga: ShopeePay Mantul Sale Ajak Masyarakat Lebih Cuan di Momen Gajian

Baca Juga: Bocoran Sinopsis Ikatan Cinta 15 Maret 2021: Masalah Anting Belum Selesai, Andin Dapatkan Hinaan

Dilansir matrasukabumi.com dari ANTARA pada Senin, 15 Maret 2021, melihat beberapa kejadian kisruh partai yang terjadi di Tanah Air, maka perlu adanya perbaikan yang lebih baik ke depannya. Salah satu evaluasi yang mesti dilakukan partai politik ialah terkait pemilihan pimpinan baru.

Selama ini, setiap kongres, musyawarah nasional (munas) atau pemilihan ketua umum dan perangkat lainnya kerap menampilkan satu calon saja. Padahal, politik yang sehat serta membangun seharusnya dapat memberikan sejumlah pilihan.

Sebut saja, Partai Golkar, Gerindra, Demokrat serta PAN yang sudah bisa ditebak orang-orang yang bakal terpilih sebagai pemilik kursi nomor satu di partai-partai tersebut. Bahkan, termasuk pula PDI-P yang identik dengan Megawati Soekarnoputri sebagai orang nomor satunya.

Berkaca dari kondisi tersebut, ke depan diharapkan tidak ada lagi partai politik yang mengerucutkan calon tunggal untuk diusung pada proses pemilihan.

Baca Juga: Trailer Ikatan Cinta 15 Maret 2021: Al Minta Maaf ke Andin, Nino Suruh Elsa Mengaku Soal Anting

Dengan kata lain tidak menganggap calon tersebut lebih unggul dari kader lainnya. Sebab, jika kondisi itu terus dibiarkan, maka hal itu berarti masyarakat sedang membangun partai politik yang tidak mudah.

Jika kompetisi kontestasi politik tidak menjadi kekhasan orang Indonesia, sebaiknya dicarikan solusi lain.

Tujuannya ialah agar para kader yang juga memiliki hak otonom mendapatkan representasi mereka serta merasakan kepemilikan atas partai tempat mereka bernaung. Jangan sampai hak dan suara para kader malah dikebiri.

Sudah seharusnya dominasi-dominasi tunggal yang terjadi selama ini di tubuh partai terutama menjelang pemilihan pimpinan harus diputus.

Jika hal itu bisa diterapkan, maka diyakini tidak akan ada kader partai yang menjadi kutu loncat sebagaimana banyak terjadi di Tanah Air.

Baca Juga: Waspada, Bahaya Kopi Ternyata Bisa Sebabkan Kanker dan 5 Penyakit Lainnya

Baca Juga: Berikut 9 Mimpi Rasulullah SAW Tentang Kondisi Umat Islam yang Bikin Kita Merinding

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Mantra Sukabumi (@mantrasukabumi)

Baca Juga: Info BMKG Besok Senin, 15 Maret 2021, Peringatan Dini dan Cuaca Ekstrem Selimuti Wilayah ini

Halaman:

Editor: Fauzan Evan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah