Listyo Sigit Prabowo Cabut Surat Telegram, Natalius Pigai: Penasehat Kapolri Harus Berikan Saran yang Tepat

- 7 April 2021, 09:35 WIB
Listyo Sigit Prabowo Cabut Surat Telegram, Natalius Pigai: Penasehat Kapolri Harus Berikan Saran yang Tepat./*
Listyo Sigit Prabowo Cabut Surat Telegram, Natalius Pigai: Penasehat Kapolri Harus Berikan Saran yang Tepat./* /Instagram @natalius_pigai/

MANTRA SUKABUMI - Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengapresiasi keputusan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dengan mencabut kembali surat telegram yang sempat membuat kehebohan.

Natalius Pigai menilai Kapolri Listyo Sigit Prabowo telah mendengarkan aspirasi masyarakat.

Menurut Natalius Pigai sebaiknya para penasehat Kapolri Listo Sigit Prabowo harus memberikan saran yang sekiranya dapat meningkatkan kualitas pelayanan tugas kepolisian.

Baca Juga: Ada Diskon hingga 90% Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay

Baca Juga: Memanas, Anggota DPR RI Bela Prof Quraish Shihab, Pendukung Ustaz Yahya Waloni: Ente Bukan Penengah

"Kita apresiasi pencabutan telegram tersebut. Artinya Kapolri telah mendengar aspirasi Rakyat." ujar Natalius Pigai sebagaimana dikutip mantrasukabumi.com dari akun Twitternya @NataliusPigai2 pada 7 April 2021.

"Jajaran kepolisian dan penasehatnya mesti beri masukan yang tepat bagi peningkatan kualitas pelayanan tugas kepolisian berbasis Perkap 8/ 2009 demi HAM." sambung Natalius Pigai.

"Top Pak Listyo," puji Natalius Pigai.

Sebelumnya Kapolri telah menerbitkan Surat Telegram tentang pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan itu bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021.

Surat Telegram tersebut yang ditandatangani oleh Kepala divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April 2021 dan ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas.

Baca Juga: Hati-hati, Gunakan Hp dengan Cara ini Dapat Sebabkan Kebutaan

Di dalam telegram itu, terdapat beberapa poin yang harus dipatuhi para pengemban fungsi humas Polri.

Salah satunya adalah media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.

“Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis,” demikian bunyi poin pertama ST itu.

Kemudian, Humas tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.

Rekonstruksi yang dilakukan kepolisian juga tidak boleh ditayangkan secara terperinci.

Selanjutnya, reka ulang juga dilarang walaupun bersumber dari pejabat Polri. Terutama apabila reka ulang itu tentang kejahatan seksual.

Baca Juga: Paranormal Mbah Mijan Sampaikan Kabar Duka Atas Meninggalnya Imam Besar Banten: Innalillahi, Husnul khatimah

Baca Juga: Sangat Berani, Ferdinand Marahi Rektor UIC Jakarta: Anda Cocok Jadi Pelawak, Tak Pantas Jadi Rektor

Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan.

"Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual,” sambungnya.

Lebih lanjut, gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya harus disamarkan.

Wajah dan identitas pelaku, korban, beserta keluarga yang masih di bawah umur juga harus disamarkan.

“Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku,” bunyi poin lainnya.

“Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang,” bunyi poin kesembilan.***

Editor: Encep Faiz


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x