"Berbagai survei menunjukkan merosotnya pengetahuan dan keyakinan pelajar dan mahasiswa tentang Pancasila, ini tentu menjadi kekhawatiran jika dihilangkan", ujarnya.
Dirinya menjelaskan Peraturan Pemerintah tersebut tidak perlu diubah secara diam-diam terhadap isi UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, karena sudah jelas bertentangan dengan norma.
"Dengan asas hukum peraturan seharusnya UU Nomor 12 tahun 2012 menjadi pedoman penyusunan PP tersebut dibandingkan UU Nomor 20 Tahun 2003", jelasnya.
Ia menegaskan untuk menyelamatkan wajah Presiden Joko Widodo maka Kemendikbud untuk mengakhiri kontroversi PP tersebut dan membuat inisiatif melakukan perubahan PP dengan memasukan Pancasila dan Bahasa Indonesia untuk mata pelajaran dan mata kuliah.
Sementara itu Wakil Kepala BPIP Prof. Drs. Hariyono, M.Pd mengaku kecewa dengan penghapusan Pancasila sebagai mata pelajaran dan mata kuliah. Padahal menurutnya masyarakat cukup antusias dan banyak memperjuangkan Pancasila masuk dalam kurikulum wajib di sekolah dan perguruan tinggi.
"Heran kenapa ditengah-tengah pemerintah dan legislatif berusaha memasukan kembali, tetapi justru muncul PP ini", ujarnya.
Ia mengatakan PP tersebut tidak merepresentasikan keinginan publik apalagi keinginan Presiden, MPR, DPR dan lembaga tinggi lainnya.
"Saya meminta kepada kemendikbud untuk menyampaikan secara eksplisit dalam PP tersebut", harapnya.