Sebut Wapres Ma'ruf Amin Tidak Peka, Wanita Ini Ceritakan Kisah Sedih Ayahnya yang Tidak Dapat Rumah Saki

- 29 Juni 2021, 10:50 WIB
Wakil Presiden KH Maruf Amin
Wakil Presiden KH Maruf Amin /Kamsari/Dok. BPMI Setwapres

Selama 3 hari ini kami anak2nya melakukan segala upaya. 1. Buka Siranap? Sudah. 2. Buka Pikobar? Sudah. 3. Telepon berbagai RS di Bdg dan Jabodetabek? Sudah. 4. Mengupayakan ambulans yang ada infus dan oksigen? Sudah.

Teman suami saya bhkn menyediakan diri naik motor keliling rumah sakit, ngecek keadaan IGD-IGD di berbagai rumah sakit Bandung. Masih ga dapat juga. Betul-betul penuh bahkan di luar kapasitas.

Salah satu nakes di satu RS swasta terkenal di Bdg, nada suaranya sdh frustrasi. "Ga ada bu, penuh bu, penuh, ga ada, ga bisa, ga bisa," dia hanya mengulang2 itu saat saya tanya apakah bisa ayah saya datang saja ke IGD dan mendapatkan perawatan.

Satu RS lain sama juga. Antre bu, dan antrenya ya urus sendiri-sendiri. Ga ada tempat tidur, bawa oksigen sendiri kalau punya. Ya kalau mau datang silakan, tapi nunggu.

Baca Juga: Heboh, Lulusan Cum Laude Universitas Indonesia Siap Tampung Kerja BEM UI Jika Dipecat Kampus

Lalu ada satu rumah sakit mempersilakan ayah saya datang ke IGD untuk sekadar diinfus. Tapi itu juga harus antre, keadaan tak ideal. Kami ga tega, krn ayah saya sdh sempat tak sadarkan diri krn ga bisa makan. Bisanya minum madu dan kaldu dikit-dikit. Akhirnya kami putuskan batal.

Saya buka website Dinkes Bdg, cari kontak puskesmas terdekat. Di data tsb, di kecamatan kami ada 5. Saya telepon semuanya. Satu salah nomor, dua tidak diangkat, satu salah sambung, satu menjawab tapi rumah kami beda jurisdiksi. Tp beliau memberi saya nomor hape petugasnya.

Saya telepon, tdk diangkat. Saya WA, tdk dibalas, sudah 5 jam yang lalu. Saya mau lapor ke Satgas Covid setempat pun tidak tahu nomornya. Saya ga tahu apakah kasus di rumah saya ini masuk ke laporan pemerintah? Org rumah udah ga kepikir lapor2. Sakit semua.

Upaya lain yang kami lakukan, dan lumayan berhasil, seluruhnya kami upayakan di luar sistem kesehatan nasional, alias pakai mekanisme pasar. Kami berburu oksigen di Tokped. Harganya naik terus. Kami cari cari obat sendiri, konsultasi dg dokter dokter yang bs kami kontak.

Dokter2 ini membantu, tapi sejauh mana bisa membantu kalau fasilitasnya ga ada? Masih untung ada obat. Ortu saya BPJS, tapi lupakan BPJS, ini semua sdh out of pocket. Kami bukan org kaya, tapi msh lumayan bisa berupaya lewat mekanisme pasar. Kalau org miskin? Haduuuh.

Halaman:

Editor: Andriana

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x