Sebut Wapres Ma'ruf Amin Tidak Peka, Wanita Ini Ceritakan Kisah Sedih Ayahnya yang Tidak Dapat Rumah Saki

- 29 Juni 2021, 10:50 WIB
Wakil Presiden KH Maruf Amin
Wakil Presiden KH Maruf Amin /Kamsari/Dok. BPMI Setwapres

MANTRA SUKABUMI - Seorang wanita menyebut Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin tidak peka karena dalam situasi saat ini malah mengajak berwisata.

Hal itu terlihat dari cerita seorang keluarga pasien yang bolak balik menelusuri puluhan rumah sakit di Bandung untuk ayahnya, namun tidak ada yang kosong.

Ia akhirnya dapat satu rumah sakit swasta dengan harga yang cukup mahal. Hal itu disampaikan netizen pemilik akun Twitter @evimsofian.

Baca Juga: Bongkar Dalang Aktivis Kampus yang Selalu Serang Jokowi, Ruhut Sitompul: Mereka dari 2 Keluarga

Baca Juga: Sindir BEM UI yang Akunnya Diretas, Staf Ahli Menkominfo: Harusnya Bisa Melawan, Bahkan Lebih Hebat

Ia menceritakan saat ini sedang menunggu ayahnya dari Bandung dengan sebuah taksi premium ke sebuah daerah yang tidak ia sebutkan.

Berikut cerita menyedihkan dari keluarga pasien dilansir mantrasukabumi.com pada Selasa, 29 Juni 2021.

Saat ini saya sdg menunggu kedatangan ayah saya dr Bdg yg sdg dibawa taksi premium ke suatu daerah di Jabodetabek. Akhirnya, dapat satu kamar di RS swasta cukup mahal. Tdk ada yg bs menemani papa di taksi, krn satu rumah, 5 org total, sakit semua. Dr 3 yg sdh PCR, positif semua.

Kedua orang tua saya sudah divaksin Sinovac dua kali, usia 79 dan 74. Saya sendiri sejak Desember 2019 sudah menahan diri tidak ke Bandung. Dugaan sementara, penularan terjadi saat PRT kami kembali dari kampung di Garut. Saat datang sdh batuk2.

Selama 3 hari ini kami anak2nya melakukan segala upaya. 1. Buka Siranap? Sudah. 2. Buka Pikobar? Sudah. 3. Telepon berbagai RS di Bdg dan Jabodetabek? Sudah. 4. Mengupayakan ambulans yang ada infus dan oksigen? Sudah.

Teman suami saya bhkn menyediakan diri naik motor keliling rumah sakit, ngecek keadaan IGD-IGD di berbagai rumah sakit Bandung. Masih ga dapat juga. Betul-betul penuh bahkan di luar kapasitas.

Salah satu nakes di satu RS swasta terkenal di Bdg, nada suaranya sdh frustrasi. "Ga ada bu, penuh bu, penuh, ga ada, ga bisa, ga bisa," dia hanya mengulang2 itu saat saya tanya apakah bisa ayah saya datang saja ke IGD dan mendapatkan perawatan.

Satu RS lain sama juga. Antre bu, dan antrenya ya urus sendiri-sendiri. Ga ada tempat tidur, bawa oksigen sendiri kalau punya. Ya kalau mau datang silakan, tapi nunggu.

Baca Juga: Heboh, Lulusan Cum Laude Universitas Indonesia Siap Tampung Kerja BEM UI Jika Dipecat Kampus

Lalu ada satu rumah sakit mempersilakan ayah saya datang ke IGD untuk sekadar diinfus. Tapi itu juga harus antre, keadaan tak ideal. Kami ga tega, krn ayah saya sdh sempat tak sadarkan diri krn ga bisa makan. Bisanya minum madu dan kaldu dikit-dikit. Akhirnya kami putuskan batal.

Saya buka website Dinkes Bdg, cari kontak puskesmas terdekat. Di data tsb, di kecamatan kami ada 5. Saya telepon semuanya. Satu salah nomor, dua tidak diangkat, satu salah sambung, satu menjawab tapi rumah kami beda jurisdiksi. Tp beliau memberi saya nomor hape petugasnya.

Saya telepon, tdk diangkat. Saya WA, tdk dibalas, sudah 5 jam yang lalu. Saya mau lapor ke Satgas Covid setempat pun tidak tahu nomornya. Saya ga tahu apakah kasus di rumah saya ini masuk ke laporan pemerintah? Org rumah udah ga kepikir lapor2. Sakit semua.

Upaya lain yang kami lakukan, dan lumayan berhasil, seluruhnya kami upayakan di luar sistem kesehatan nasional, alias pakai mekanisme pasar. Kami berburu oksigen di Tokped. Harganya naik terus. Kami cari cari obat sendiri, konsultasi dg dokter dokter yang bs kami kontak.

Dokter2 ini membantu, tapi sejauh mana bisa membantu kalau fasilitasnya ga ada? Masih untung ada obat. Ortu saya BPJS, tapi lupakan BPJS, ini semua sdh out of pocket. Kami bukan org kaya, tapi msh lumayan bisa berupaya lewat mekanisme pasar. Kalau org miskin? Haduuuh.

Bbrp hr ini kami anak2nya ngirim ini dan itu, obat, suplemen, makanan, vitamin, popok, juice. Semua usaha cari sendiri, hasil tanya kiri kanan. Kami sdh ga berhitung, apa saja yang bisa kami beli, kami beli dan kirim. Urusan nanti kami kesulitan uang, urus belakangan saja.

Baca Juga: Terungkap, Ruhut Sitompul Bongkar Dalang Aktivis Kampus yang Rajin Serang Presiden Jokowi, Ini Katanya

Sekali lagi, kami beruntung karena masih bisa beli, meski ga mudah. Sistem kesehatan ini sudah kolaps dan kelas menengah cari selamat sendiri-sendiri pakai mekanisme pasar. Orang kaya, mgkn ke AS utk wisata vaksin. Yg paling sedih tentu yang miskin.

Di saat kerepotan gini, eh pak wapres bikin acara bertajuk "Bangga Berwisata". Kok ya ga peka. Yg lebih nyesek lagi pas saya curhat ngomel ke grup tetangga, saya diminta berhenti marah2 krn ga solutif. Nanti stres terus sakit, katanya. Saya tambah sakit kalau marah pun ga boleh.

Saya mengkritik knp tdk PSBB seperti Maret 2020 saja? Ditegur lagi, disuruh kalem dan ga boleh marah. Sistem sdh kolaps begini dan aku ga boleh marah? Keterlaluan. Keterlaluan kalian. Org macam kalian yg bikin kekuasaan ugal2an ga pernah mati dan terus menindas.***

Editor: Andriana

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x