Sudjiwo Tedjo Mengaku Lebih Suka Melihat Presiden Dihina Rakyat Daripada Tidak Hanya Karena Takut Dibui

- 1 Juli 2021, 04:59 WIB
Budayawan Sudjiwo Tedjo. Sudjiwo Tedjo dalam cuitannya, istilah rakyat sebagai atasan dari wakil rakyat (DPR) dan menyebut sudah selayaknya atasan tidak menghina bawahan.
Budayawan Sudjiwo Tedjo. Sudjiwo Tedjo dalam cuitannya, istilah rakyat sebagai atasan dari wakil rakyat (DPR) dan menyebut sudah selayaknya atasan tidak menghina bawahan. /

MANTRA SUKABUMI - Budayawan Sudjiwo Tedjo angkat bicara terkait pasal penghinaan kepada Presiden yang sedang digarap saat ini.

Sudjiwo mengatakan dirinya lebih suka melihat Presiden dihina rakyatnya, siapapun Presidennya daripada tidak dihina hanya karena takut dibui.

Hal itu disampaikan Sudjiwo Tedjo melalui akun Twitter pribadinya. Ia mengatakan merasa dihina itu karena terlalu tinggi menghargai diri.

Baca Juga: Ketua Cyber Indonesia Sebut Kemungkinan Kenakan Pasal Berita Bohong dan Timbulkan Keonaran pada BEM UI

Baca Juga: Setelah BEM UI dan UGM, Kini Universitas Yarsi Tuding Presiden Jokowi Suka Obral Janji Manis

"Aku lebih suka melihat presiden dihina oleh rakyat (SIAPA PUN PRESIDENNYA SAAT INI DAN DI MASA2 MENDATANG) daripada melihat presiden tak dihina rakyat hanya karena rakyat takut dibui.. Wah ini secara esensial lebih merendahkan presiden," tulis Sudjiwo Tedjo.

Sudjiwo Tedjo menambahkan jika pasal penghinaan berpotensi dijadikan pasal karet oleh pihak yang punya kepentingan tertentu.

"Kedua twit itu bukan untuk aku .. krn aku tak punya bakat menghina. Bakatku bikin satire atau ngritik ( ngritik dan menghina beda)," lanjutnya.

"Tp pasal penghinaan presiden berpotensi dijadikan pasal karet oleh para penjilat .. esensinya tak menghina bisa dipaksa jadi delik hinaan," sambungnya.

Dirinya menegaskan seorang Presiden yang tidak hina akan tetap terhormat meskipun terus menerus dihina.

"Jika presiden tak hina (SIAPA PUN PRESIDENNYA SAAT INI DAN DI MASA2 MENDATANG) mau dihina kayak apa pun tetap tak terhina. Hinaan padanya malah diketawain ayam dan tak lama akan menguap," bebernya.

Baca Juga: Ingatkan Pasien Covid-19 Diminta Minum Vitamin C 3 Jam Sekali, dr Tirta: Salah, Hati-hati, Jangan Percaya

Tak hanya itu, Sudjiwo Tedjo juga sepakat jika Presiden harus tetap dijaga, namun tidak dengan pasal penghinaan Presiden.

"Sepakat bhw presiden harus dijaga. Badannya dijaga paspampres, tapi harga dirinya jgn dijaga pasal penghinaan presiden," katanya.

Sebab lanjut Sudjiwo Tedjo, yang dapat menjaga harga diri Presiden adalah martabat Presiden itu sendiri.

"ini malah merendahkan presiden (SIAPA PUN PRESIDEN SAAT INI DAN DI MASA2 MENDATANG). Yg bisa menjaga harga diri presiden adalah martabat presiden itu sendiri," pungkasnya.

Seperti diketahui, pasal penghinaan Presiden masuk dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang digodog pemerintah.

Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dituangkan dalam Pasal 218 hingga 220 draf Rancangan KUHP yang berbunyi:

Baca Juga: Heboh, Lulusan Cum Laude Universitas Indonesia Siap Tampung Kerja BEM UI Jika Dipecat Kampus

Pasal 218
1. Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
2. Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempatkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220
1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
2. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.***

Editor: Andriana

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x