Baca Juga: Arkeolog di Mesir Telah Temukan Peti Mati yang Diawetkan, Terkubur Lebih dari Dua Ribu Tahun Lalu
Hal ini, lanjutnya, dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada pasien dan masyarakat umum.
Ia menjelaskan, adanya pernyataan atau tanggapan yang tak disertai fakta, bukti atau tidak terbukti kebenarannya membangun persepsi keliru atau menggiring opini seolah-olah Rumah Sakit melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan atau kecurangan (fraud).
“Persepsi keliru dan opini ini menghasilkan misinformasi dan disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19,” terangnya.
PERSI mengimbau, mengajak dan senantiasa berkolaborasi kepada para pihak yang berkepentingan memperbaiki pelayanan kesehatan dalam penanganan pandemi Covid19.
PERSI menerima masukan, aspirasi dan keluhan dapat disampaikan dengan cara yang tepat dan saluran yang benar.
Baca Juga: Awas Jangan Makan Tomat, Berikut 3 Bahaya Mengintai Jika Makan Tomat Berlebihan
Isu ini mencuat setelah Kepala Kantor Staf Kepresidenen Moeldoko dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta pihak rumah sakit bersikap jujur mengenai data kematian pasien saat pandemi COVID-19 agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Moeldoko mengungkapkan hal ini sudah banyak terjadi, orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan, didefinisikan meninggal karena COVID-19 oleh pihak rumah sakit yang menanganinya, padahal sebenarnya hasil tesnya negatif.
"Ini perlu diluruskan agar jangan sampai ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," ujarnya, dikutip Antara.