Tanggapi Pasal Menghina Presiden dalam RUU KUHP, Refly Harun: Jabatan Presiden Itu Benda Mati

9 Juni 2021, 08:47 WIB
Tanggapi Pasal Menghina Presiden dalam RUU KUHP, Refly Harun: Jabatan Presiden Itu Benda Mati/* /Tangkapan layar YouTube/Refly Harun/

 

MANTRA SUKABUMI – Pengamat politik dan pakar hukum tata negara, Refly Harun memberikan tanggapannya soal pasal penghinaan Presiden ataupun lembaga negara dalam draft RUU KUHP.

Seperti yang diketahui, draft Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang beberapa waktu lalu dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) menjadi sorotan utama elit politik dan masyarakat.

Terlebih, dalam draft RUU KUHP tersebut ada pasal mengenai hukuman pidana jika menyampaikan penghinaan terhadap Presiden maupun lembaga negara.

Baca Juga: Gandeng Shopee, Ridwan Kamil Resmikan Pembangunan Shopee Center Guna Mempercepat UMKM Jabar Go Digital

Baca Juga: Benny K Harman: Kenapa Jokowi dan Mahfud MD Diam Saat KPK Dihancurkan

Menanggapi persoalan terkait pasal menghina Presiden pada draft RUU KUHP, Refly Harun mengatakan jika banyak pihak yang belum bisa membedakan antara presiden sebagai jabatan dengan presiden sebagai orang yang mengisi jabatan.

Menurutnya, seseorang yang memiliki jabatan sebagai Presiden seharusnya tidak boleh tersinggung dan merasa terhina martabat maupun jabatannya.

“Sebagai sebuah lembaga, presiden itu sebenarnya adalah benda mati, dan benda hidupnya adalah orang yang mengisi jabatan itu,” kata Refly Harun, seperti dilihat mantrasukabumi.com dari video di kanal YouTube Refly Harun pada Rabu, 09 Juni 2021.

“Jabatan itu tidak boleh dan tidak bisa tersinggung harusnya, tidak boleh dan tidak merasa terhina martabat jabatannya,” lanjut dia.

Baca Juga: Sebabkan Kanker Otak Gegara Main HP Sebelum Tidur Bahkan Masih Ada 6 Bahaya Lainnya, Coba Simak

Lebih lanjut, Refly Harun mengatakan perlu dipikirkan kembali rencana untuk mempertahankan pasal-pasal seperti pasal menghina Presiden dalam draft RUU KUHP tersebut.

Selain itu, menurut penilaiannya, pasal karet dalam RUU KUHP seharusnya tidak dihidupkan kembali.

“Apa lagi kita kan kita ingin beranjak menjadi negara yang demokratis. Jangan berpikir hari ini saja, gimana barangkali presiden menguasai state apparatus, menguasai anggota DPR dan lain sebagainya,” kata dia.

Refly kemudian menilai jika yang seharusnya dilindungi terlebih dahulu adalah warga negara Indonesia.

Baca Juga: Trailer Ikatan Cinta 9 Juni 2021, Nino Merasa Tertampar dengan Ucapan Andin: Kamu Itu

“Justru kalau bicara tentang paradigma, yang terlebih dulu harus dilindungi adalah warga negara, karena itu disebutkan dalam konstitusi,” kata dia.

Refly Harun kemudian menambahkan jika tujuan bernegara adalah untuk melindungi segenap bangsa, dan bukan untuk melindungi kekuasaan Presiden terlebih dahulu.

“Bahkan, kekuasaan presiden tidak disebut sebagai hal yang harus dilindungi di konstitusi. Jadi yang harus dilindungi di konstitusi itu adalah rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” pungkas dia.***

Editor: Fauzan Evan

Tags

Terkini

Terpopuler