Jadi Bumerang Ekonomi, Omnibus Law Harus Dievaluasi

7 Oktober 2020, 16:25 WIB
Jadi Bumerang Ekonomi, Omnibus Law Harus Dievaluasi /rri.co.id

MANTRA SUKABUMI – Omnibus Law atau Rancangan Undang-undang Cipta Kerja, telah resmi disahkan DPR RI pada Senin malam 5 Oktober 2020 lalu.

Dari keputusan tersebut, penolakan pun dilakukan oleh sejumlah buruh, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya karena dinilai sangat merugikan masyarakat.

Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan meminta pemerintah untuk mengevaluasi Rancangan UU Cipta Kerja ini.

Baca Juga: Ini Dia Top Go-To Merchant Baru ShopeePay yang Bermanfaat untuk Kamu!

Baca Juga: Jerman vs Turki, Internasional Friendly Match Nanti Malam di Official Broadcast

Karena menurut dia, penolakan dari kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya ditambah respons negatif dari investor global harusnya menjadi pertimbangan Pemerintah untuk menunda dan mengevaluasi kembali RUU Cipta Kerja

Dikutip mantrasukabumi.com dari laman rri.co.id, Anggota Badan Anggaran DPR RI, Sukamta menyatakan, Omnibus Law Undang-undang *(UU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru saja disahkan DPR, dapat menjadi bumerang bagi ekonomi Indonesia.

Menurutnya, pasal-pasal kontroversi dalam UU yang banyak disorot publik ini, akan membuka peluang eksploitasi besar-besaran perusahaan asing ke Indonesia.

"Alih-alih mendapatkan investor dan kemudian akan membuka banyak lapangan kerja, UU ini bisa hadirkan malapetakan ekonomi bagi Indonesia dalam jangka panjang," kata Sukamta dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu 7 Oktober 2020

Wakil Ketua Fraksi PKS ini mengatakan, UU Cipta Kerja seperti mengulang kebijakan ekonomi pada awal Orde Baru yang memberi karpet merah kepada berbagai perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Dalam jangka pendek, kata dia, Indonesia menikmati devisa, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan banyak lapangan kerja. Tetapi dalam jangka panjang, semua pertambangan dikuasai dan dieksploitasi asing, berbagai industri besar menjadi milik asing.

Baca Juga: Anda Tidak Bisa Menerima BLT Gelombang 2 Sebelum 6 Syarat Resmi Ini Terpenuhi, CATAT

"Rakyat Indonesia hanya kebagian menjadi buruh dan kuli di negeri sendiri. Saat ini, kemungkinan bisa lebih buruk dengan UU Ciptaker ini, karena buruh kita menjadi berpeluang lebih dieksploitasi," tegas dia.

Sukamta juga memandang, situasi geopolitik ekonomi, terutama adu pengaruh dalam perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat akan semakin menyulitkan Indonesia. Untuk itu, harus ada pembenahan sistemik terhadap kelemahan fundamental ekonomi.

"Nilai impor setiap tahun lebih besar dari ekspor, ini kan jelas tanda fundamental ekonomi Indonesia lemah. Keberadaan Omnibus Law UU Cipta Kerja bisa jadi malah membuat pengusaha lokal, petani dan nelayan semakin terjepit hadapi serbuan pengusaha asing dan produk-produk impor," ungkapnya.

Politikus Partai Dakwah ini, meminta pemerintah untuk memperkuat ekonomi dari hulu ke hilir dengan berbagai kebijakan yang memudahkan pengusaha lokal. Ia memprediksi dengan disahkannya UU Cipta Kerja, investor yang masuk akan didominasi dari Tiongkok.

Tiongkok, kata Sukamta, punya ambisi besar kembangkan ekonomi, lantaran memiliki proyek Belt and Road Initiative (BRI) untuk ekspansi. Apalagi, lanjut dia, adanya pandemi COVID-19 berdampak meningkatnya pengangguran di Tiongkok akibat PHK.

"Maka dengan adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang beri kelonggaran aturan TKA, pasti akan dilirik. Peluang di Indonesia menarik karena investor bisa membawa ribuan TKA," beber dia.

Jika kondisi ini terjadi, Sukamta mengaku khawatir pengangguran di Indonesia yang diperkirakan Badan Pusat Statistik pada tahun 2021 mencapai 10,7-12,7 juta dan pekerja yang di PHK selama pandemi mencapai 9,8 juta orang akan tetap kesulitan mendapat lapangan kerja.

Baca Juga: Friendly Match Garuda Muda U-19 Besok Malam, INDONESIA VS NK DUGOPOLJIE di Official Broadcast

Ia juga memprediksi investor dari negara maju, khususnya negara barat akan berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia karena terdapat pasal-pasal yang mencabut sejumlah hak pekerja dalam UU Cipta Kerja. Pasalnya, negara maju sangat menjujung tinggi hak pekerja, dan aktivis HAM di negara maju vokal menentang eksploitasi buruh.

"jadi kondisinya bisa semakin runyam, skenario-skenario ini mestinya dihadirkan supaya tidak gegabah sahkan RUU. Jika boleh berharap, segera batalkan UU ini dengan Perppu. Pemerintah kemudian fokus memperkuat fundamental ekonomi Indonesia dengan berbasis penguatan ekonomi rakyat," tutup Sukamta.**

 

 

 

Editor: Fauzan Evan

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler