Mengintip Kerukunan Beragama di Puja Mandala Bali, Hadirkan Lima Tempat Ibadah dalam Satu Kawasan

- 26 April 2021, 10:25 WIB
Mengintip Kerukunan Beragama di Puja Mandala Bali, Hadirkan Lima Tempat Ibadah dalam Satu Kawasan
Mengintip Kerukunan Beragama di Puja Mandala Bali, Hadirkan Lima Tempat Ibadah dalam Satu Kawasan /ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/


 
MANTRA SUKABUMI – Puja Mandala, merupakan sebuah kawasan peribadatan bagi lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Buddha, dan Hindu. Mereka adalah Mesjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Bukit Doa, dan Pura Jagat Natha.

Tempat-tempat peribadatan ini saling berdampingan secara kokoh di dalam satu lokasi membuktikan kerukunan beragama di Bali, dan setiap bangunan rumah ibadah memiliki keunikan desain tersendiri.

Komplek ibadah Puja Mandala mulai dibangun pada tahun 1994 hingga 1997, atas inisiatif Joop Ave, Menteri Pariwisata saat itu dan didukung oleh Pemerintah Daerah dan tokoh Masyarakat Bali.

Baca Juga: Ada Diskon hingga 90% Plus Voucher, Belanja Termurah di Shopee Murah Lebay

Baca Juga: Kenang KRI Nanggala 402, Susi Pudjiastuti Bagikan Foto Bersama Kolonel Harry Setiawan

Dilansir mantrasukabumi.com dari indonesia.go.id, Mesjid Agung Ibnu Batutah yang berlantai tiga dibangun di bagian paling kiri dari Puja Mandala mengambil bentuk susunan limas seperti umumnya mesjid di tanah Jawa. Mesjid ini mampu menampung tiga ribu orang.

Tepat di samping mesjid adalah bangunan Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa dengan desain menara lonceng tunggal dan dinding depan gevel mengikuti bagian atap dan bagian belakang gereja berdesain atap tumpang.

Di sebelahnya terdapat bangunan vihara dengan dominasi warna kuning gading. Sepintas, bentuknya mirip dengan vihara yang terdapat di Thailand termasuk adanya dua patung gajah putih di pintu gerbang dan pagoda emas di bagian atas vihara.

Berikutnya adalah Gereja GKPB Bukit Doa dengan desain unik berukiran Bali pada beberapa sudut dinding. Termasuk menara lonceng tunggal berukiran Bali. Bagian atap gereja menghadap empat penjuru arah. Tidak ada dinding bangunan sehingga membuat sirkulasi udara menjadi sangat baik dan tidak panas.

Pura Jagat Natha menjadi rumah ibadah yang terakhir diresmikan, yaitu pada 30 Agustus 2004, meski sebelum diresmikan, pura sudah bisa digunakan.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Sosok Kolonel Laut Harry Setyawan, Awak KRI Nanggala 402 yang Tenggelam

Puja Mandala terletak di Desa Kampial, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, desa yang berada di perbukitan dengan pemandangan cantik menghadap laut Tanjung Benoa.

Setiap harinya sebelum pandemi Covid terjadi, sebanyak 10-30 bus pariwisata singgah ke Puja Mandala untuk menurunkan wisatawan yang melakukan wisata religi. Umumnya mereka kagum dengan tingginya toleransi yang ditunjukkan di Puja Mandala ini.

Sebuah lapangan parkir khusus seluas hampir 1 ha belum lama ini selesai dibangun di samping Puja Mandala dengan kapasitas untuk menampung hingga 40 bus pengunjung dilengkapi dengan puluhan kios kantin.

Ketika Raja Salman dari Kerajaan Arab Saudi berlibur ke Pulau Dewata, 11 Maret 2017, beberapa anggota rombongannya menyempatkan diri melaksanakan salat Jumat di Mesjid Agung Ibnu Batutah. Raja Salman sendiri memilih salat Jumat di lingkungan Saint Regis, hotel tempatnya berlibur di Nusa Dua.

Para pengurus rumah ibadah telah membuat kesepakatan mengenai pengelolaan bersama Puja Mandala. Toleransi tinggi telah mereka tunjukkan sejak rumah-rumah ibadah tersebut berdiri.

Misalnya, ketika tiba waktunya peribadatan umat Kristiani di hari Minggu bersamaan dengan masuknya waktu salat Zuhur, maka bukan beduk yang dibunyikan, justru dentang lonceng puluhan kali dari Gereja Bunda Maria yang berbunyi. Dentangnya menggantikan suara beduk dan sesaat kemudian baru petugas muazin mengumandangkan azan.

Baca Juga: Waspada, BMKG: Ada Potensi Hujan Disertai Petir di Wilayah ini Besok Selasa 27 April 2021

Ketika umat Islam sedang menggelar salat Idulfitri atau Iduladha, misalnya, maka semua pengurus gereja, vihara, dan pura akan bekerja sama membantu menjaga lokasi sekitar salat dan mengatur arus lalu lintas.

Hal sebaliknya terjadi ketika umat Kristiani menjalani peribadatan Natal dan Paskah, maka pengurus dan umat agama lain terjun membantu. Demikian pula ketika Hari Raya Nyepi, umat agama lain di sekitar Puja Mandala akan terjun membantu pecalang mengamankan lingkungan sekitar pusat peribadatan.

Melihat kondisi di atas, bukan sebuah kebetulan jika pada akhirnya Bali menempati posisi tiga besar dalam Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019 dengan skor 80,1 persen, melampaui rata-rata nasional 73,83 persen.

Survei indeks KUB itu dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agama. Sebanyak 13.600 orang terlibat sebagai responden dari 34 provinsi.

Baca Juga: Pantas Saja Para Awak KRI Nanggala 402 Tak Berenang Keluar Saat Kapal Tenggelam, Ternyata ini Alasannya

Toleransi antarumat beragama yang ditunjukkan masyarakat Bali dengan hadirnya Puja Mandala telah membawa daerah mereka sebagai kawasan yang tetap nyaman untuk dikunjungi dan memberi kontribusi tidak sedikit bagi perkembangan pariwisata khususnya wisata religius.***

Editor: Ridho Nur Hidayatulloh

Sumber: indonesia.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x