Selain itu Gus Baha’ juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa’idzah di berbagai kesempatan tentang profil santri ideal. “Santri tenan iku yo koyo Baha’ iku,” (Santri yang sebenarnya itu ya seperti Baha’ itu) kurang lebih seperti itulah ngendikan Syaikhina yang riwayatnya sampai ke penulis.
Dalam riwayat pendidikan, semenjak kecil hingga beliau mengasuh pesantren warisan ayahnya sekarang, beliau hanya mengenyam pendidikan dari 2 pesantren, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan PP. Al Anwar Karangmangu.
Ketika sang ayah menawarkan kepadanya untuk mondok di Rushaifah atau Yaman, beliau lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamater, Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyyah PP. Al Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.
Baca Juga: Doa Nurbuat Lengkap Tulisan Arab, Latin Terjemah dan Keutamaan, Segala Hajat akan Terpenuhi
KEPRIBADIAN
Setelah menyelesaikan pengembaraan ilmiahnya di Sarang, beliau menikah dengan seorang Neng pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.
Ada cerita menarik sehubungan dengan pernikahan beliau.
Diceritakan, setelah acara lamaran selesai, beliau menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yang menjadi kenangannya hingga kini.
Beliau mengutarakan bahwa kehidupannya bukanlah model kehidupan yang mewah, melainkan sangat sederhana, dan berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berpikir ulang atas rencana pernikahan tersebut dengan maksud, agar ia tidak kecewa di kemudian hari.
Calon mertuanya hanya tersenyum dan menyatakan “klop” alias sami mawon kalih kulo.