Profil Yenny Wahid, Putri Gus Dur yang Mengundurkan Diri dari Komisaris Garuda

- 13 Agustus 2021, 20:25 WIB
Ilustrasi, Profil Yenny Wahid, Putri Gus Dur yang Mengundurkan Diri dari Komisaris Garuda
Ilustrasi, Profil Yenny Wahid, Putri Gus Dur yang Mengundurkan Diri dari Komisaris Garuda /Instagram @yennywahid

MANTRA SUKABUMI – Berikut profil Yenny Wahid yang resmi mengajukan pengunduran diri dari posisi Komisaris Independen PT Garuda Indonesia.

Yenny Wahid adalah salah satu putri Presiden RI ke-4 Abdurahman Wahid atau Gus Dur mendatangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya.

Yenny Wahid mengaku sedih, namun langkah ini dikatakannya merupakan cara untuk membantu Garuda dalam efisiensi biaya.

Baca Juga: Berharap Ada Kuota Haji untuk Pulihkan PT Garuda, Yenny Wahid Bertemu Dubes Arab Saudi

Yenny Wahid yang bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh lahir di Jombang, Jawa Timur, 29 Oktober 1974.

Yenny Wahid adalah seorang aktivis Islam dan politisi, Sejak Januari 2020 ia diangkat menjabat sebagai Komisaris Garuda Indonesia.

Yenny Wahid adalah anak kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid dan Sinta Nuriyah, dirangkum mantrasukabumi.com dari berbagai sumber. 

Yenny Wahid mempunyai seorang kakak, Alisa Wahid dan dua orang adik, Anita Wahid dan Inayah Wahid.

Pada 15 Oktober 2009 Yenny menikah dengan Dhorir Farisi, Pada 13 Agustus 2010, Yenny melahirkan putrinya, Malica Aurora Madhura.

Yenny kemudian melahirkan anak keduanya, Amira, pada 14 Agustus 2012.

 Ia melahirkan putri ketiganya, Raisa Isabella Hasna, pada 3 Maret 2014.

Seperti ayahnya, ia terlahir dalam lingkungan keluarga Nahdlatul Ulama.

Pola pikirnya pun tidak jauh dengan ayahnya yang lebih mengedepankan Islam yang moderat, menghargai pluralisme dan pembawa damai.

Baca Juga: Kisah Kedekatan Gus Dur dengan Warga Papua, Diceritakan oleh Yenny Wahid

Setamat dari SMA Negeri 28 Jakarta pada 1992, Yenny menempuh studi Psikologi di Universitas Indonesia.

 Kemudian atas saran ayahnya, Yenny memutuskan keluar dari Universitas Indonesia dan melanjurkan pendidikannya dalam Jurusan Visual di Universitas Trisakti.

Ia kemudian melanjutkan studi administrasi publik di Universitas Harvard, Boston.

Selepas mendapat gelar sarjana desain dan komunikasi visual dari Universitas Trisakti, Yenny memutuskan untuk menjadi wartawan.

Sebelum terjun secara khusus mendampingi ayahnya, Yenny bertugas sebagai reporter di Timor-Timur dan Aceh.

Ia menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999.

Saat itu, meski banyak reporter keluar dari Timor Timur, Yenny tetap bertahan dan melakukan tugasnya.

Ia sempat kembali ke Jakarta setelah mendapat perlakuan kasar dari milisi, namun seminggu kemudian ia kembali ke sana. Liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum mendapatkan anugrah Walkley Award.

Yenny juga terlibat dalam peliputan atmosfer Jakarta yang mencekam menjelang Reformasi 1998. Pada saat itu, Ia juga pernah ditodong senjata oleh oknum anggota ABRI yang sedang berusaha mensterilkan jalan lingkar Trisakti.

Belum terlalu lama menekuni pekerjaannya, ia berhenti bekerja karena ayahnya, Gus Dur, terpilih menjadi presiden RI ke-4. Sejak itu, kemanapun Gus Dur pergi, Yenny selalu berusaha mendampingi ayahnya, dengan posisi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.

Baca Juga: Garuda Indonesia Terancam Pailit, Komisaris Yenny Wahid: Waktu Saya Masuk Hutangnya 20T Lebih

Setelah Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, Yenny melanjutkan pendidikanya dan memperoleh gelar Magister Administrasi Publik dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason.

 Sekembalinya dari Amerika Serikat pada 2004, Yenny kemudian menjabat sebagai direktur Wahid Institute yang saat itu baru berdiri. Hingga kini ia menduduki jabatan tersebut.

Semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Yenny sempat mengabdi sebagai staf khusus bidang Komunikasi Politik selama satu setahun sebelum ia akhirnya menggundukan diri.

 Ia mengundurkan diri dengan alasan tidak ingin adanya perbedaan kepentingan dengan jabatannya pada Partai Kebangkitan Bangsa.

Yenny menjabat sebagai Sekjen Partai Kebangkitan bangsa (PKB) periode 2005-2010. Namun kemudian ia diberhentikan dari posisi tersebut pada 2008.

Yenny kemudian mendirikan partai politik sendiri dengan nama Partai Kedaulatan Bangsa.

Kemudian pada 2012, Partai Kedaulatan Bangsa dan Partai Indonesia Baru (PIB), yang dipimpin oleh Kartini Sjahrir, melebur menjadi satu dengan nama Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB). Yenny ditunjuk sebagai ketua umum partai tersebut.

Baca Juga: Apresiasi Sikap Nadiem, PBNU dan Yenny Wahid Siap Bantu Kemendikbud Perbaiki Kamus Sejarah

Pada 2009, dia dinobatkan sebagai salah satu penerima penghargaan Young Global Leader oleh World Economic Forum. Yenny juga merupakan anggota dari Global Council on Faith.

Pada 2018, Ia telah menyatakan dukungannya secara publik untuk pasangan Jokowi - Ma'ruf .

Pada Januari 2020, ia ditunjuk menjadi Komisaris Independen Garuda Indonesia dimana ia menjadi perwakilan publik.***

Editor: Emis Suhendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x