Pengamat Politik: Gatot Nurmantyo Terancam Gagal Total Lolos Pilpres 2024

8 Oktober 2020, 18:50 WIB
Gatot Nurmantyo./ /

 

MANTRA SUKABUMI – Uji materi terkait Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), diprediksi sulit untuk dikabulkan. MK menggelar sidang ini atas permohonan dari Rizal Ramli Cs atas ketetapan terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

Prediksi tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, yang juga Akademika dari Universitas Al-Azhar Indonesia.

Ujang membeberkan sejumlah alasan. Menurutnya, hakim MK ada yang dipilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Akan ada lobi DPR dan partai ke MK. Kalau sudah begitu keputusannya akan condong ke bukan nol persen," ujarnya, Selasa (6 Oktober 2020).

Baca Juga: Segera Laporkan Jika Anda Tidak Mendapat Subsidi Gaji BLT Rp600 Ribu Ke Kemnaker, Berikut Caranya

Baca Juga: Hikmah Keluarkan Zakat, Diantaranya untuk Bersihkan Harta dan Sucikan Diri

Selain itu, kata Ujang, hakim MK itu bukan malaikat. "Memutus juga bisa salah. Dan bisa tak berpihak ke tokoh-tokoh yang berjuang untuk nol persen. Tentu nanti dengan argumen-argumen pembenaran yang dimiliki," katanya.

Diketahui, Senin (5 Oktober 2020), MK kembali mengelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sidang digelar secara virtual di Ruang Sidang Pleno MK.

Dikutip dari laman mkri.id, dalam persidangan dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Salman Darwis selaku kuasa hukum mengatakan bahwa Para Pemohon telah memperbaiki permohonannya sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan.

Baca Juga: Aktor India Marathi Avinash Kharshikar Meninggal Dunia Akibat Serangan Jantung

Baca Juga: Sedang Berlangsung : Timnas Indonesia U-19 Vs NK Dugopolje, Ayo Dukung Indonesia

Adapun permohonan yang diperbaiki yakni pada bagian kedudukan hukum, pokok permohonan, dan petitum.

Diketahui, Rizal Ramli dan Abdulrachim Kresno tercatat sebagai Pemohon dalam perkara yang teregistrasi dengan Nomor 74/PUU-XVIII/2020.

Para Pemohon mendalilkan Pasal 222 yang menyebut, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya" melanggar hak konstitusional keduanya.

Rizal Ramli selaku Pemohon Prinsipal menjelaskan bahwa dirinya dan Pemohon II hendak mencalonkan diri sebagai presiden dalam Pemilu 2024. Namun, keberlakuan Pasal 222 UU Pemilu dinilai telah menghambat proses pencalonan para Pemohon.

Baca Juga: Dukung Timnas Indonesia U-19 Vs NK Dugopolje Malam ini Hanya di NET TV dan MOLA TV

Baca Juga: Ingin Dapatkan UMKM 2,4 Juta Dari Banpres ? Berikut Cara dan Syarat Mendapatkannya

Rizal mengungkapkan Pasal 222 UU Pemilu telah memunculkan fenomena pembelian kandidasi (candidacy buying). Pada penyelenggaraan pemilihan presiden tahun 2009, ekonom senior ini mengakui pernah mendapat tawaran dari sejumlah parpol untuk maju sebagai calon presiden, namun dengan syarat diharuskan membayar Rp1,5 triliun.

Menurut Rizal, keberadaan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% merupakan buah dari demokrasi kriminal yang hanya menguntungkan pihak bermodal.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut Para Pemohon meminta kepada MK untuk dapat mengubah pandangannya sebagaimana dalam putusan-putusannya terdahulu dan menyatakan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. **

 

Editor: Emis Suhendi

Tags

Terkini

Terpopuler